Khitan Dalam Hukum Islam
Dalam Islam dikenal Khitan yang secara bahasa bermakna “memotong”.Sedangkan menurut istilah khitan pada
laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung kemaluan laki-laki yang
disebut dengan Qulfah, agar tidak terhimpun kotoran di dalamnya, dan juga agar
dapat menuntaskan air kencing, serta tidak mengurangi nikmatnya jima’ suami
isteri. Jadi bila seorang anak yang pada waktu dilahirkan tidak memilki qulfah
(kulit penutup glan penis), maka tidak disyariatkan padanya untuk dikhitan.[1] Menurut
riwayat yang shaheh (kuat), Nabi Ibrahim as melakukan khitan pada usia 80
tahun. Dalam riwayat lain yang juga shaheh beliau khitan pada usia 120. Tetapi
antara dua hadis shaheh tersebut bisa dikompromikan dengan jalan menghamal
hadis pertama kepada 80 tahun dari tahun kenabian sedangkan hadis yang
mengatakan beliau khitan pada usia 120 tahun, maksudnya adalah dari tahun
kelahiran beliau. Laki-laki yang pertama kali melakukan khitan adalah Nabi
Ibrahim as sedangkan, dari pihak wanita adalah siti Hajar. Nabi Adam as Allah
ciptakan dalam keadaan telah terkhitan. Diantara para Nabi yang terlahir telah
terkhitan ada 13 orang yaitu: Nabi Syist, Nuh, Hud, Shalih, Luth, Syu`aib,
yusuf, Musa, Sulaiman, Zakaria, Isa, Handhalah bin Shafwan dan Nabi kita
Muhammad saw. Adapun khitan pada wanita yaitu memotong sedikit klistoris
(badhr) yang ada pada kelamin wanita. dan yang lebih afdhal pada wanita adalah
memotong sedikit saja (asal terbenar memotong).
Dalam satu hadis Rasulullah menyebutkan:
Dalam satu hadis Rasulullah menyebutkan:
أَشِمِّي وَلَا تُنْهِكِي
فَإِنَّهُ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ لِلْبَعْلِ
1.
Hukum khitan
Dikalangan Imam Mazhab
terjadi khilaf tentang hukum khitan.
- Pendapat yang kuat didalam
mazhab Syafii adalah wajib terhadap laki-laki dan wanita, demikian juga
pendapat Imam Ahmad dan kebanyakan para ulama salaf.
- Sunat terhadap laki-laki dan
wanita. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, demikian juga
sebagian ulama dalam mazhab Syafii.
- Wajib pada laki-laki dan sunat
pada wanita. Ini adalah pendapat sebagian ulama mazhab syafii. Dua
pendapat terakhir merupakan pendapat yang syaz
- Landasan hukum khitan
Adapun landasan hukum
khitan antara lain:
- Ayat
Al Quran Surat An Nahlu ayat
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إلَيْك أَنْ
اتَّبِعْ مِلَّةَ إبْرَاهِيمَ حَنِيفًا
Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan Rasulullah untuk mengikuti
ajaran Nabi Ibrahim, salah satu dari ajaran Nabi Ibrahim adalah khitan
sebagaimana diriwayatkan dalam hadis Shaheh riwayat Bukhary dan Muslim[2]
- Hadis riwayat Abi Daud
Rasulullah saw memerintahkan shahabat untuk berkhitan, sedangkan
pada khitan tersebut memotong anggota badan dan membuka aurat, kedua hal ini
pada dasarnya merupakan hal yang terlarang. Pada saat hal tersebut diperintahkan
maka dapat dipahami bahwa hal tersebut adalah wajib.[3]
- Waktu khitan
Terjadi khilaf pendapat
para ulama tentang kapan seorang anak dikhitan. Menurut pendapat yang shaheh
tidak wajib dikhitan sehingga ia baligh dan disunatkan pada hari ketujuh kelahirannya,
hal ini berlaku bila menurut perkiraan medis hal tersebut tidak akan berdampak
negativ. Kalau tidak maka harus ditunggu sampai ia sanggup untuk dikhitan. Maka
seorang yang sudah baligh wajib disegerakan untuk dikhitan dan bila ia enggan
maka terhadap pemerintah wajib memaksanya untuk dikhitan.[4]
- Walimah Khitan
Memang
terdapat ketentuan yang menyatakan kesunahan mengadakan Walimah Al-Khitan bila
yang dikhitani anak cowok.
قَالَ
الْأَذْرَعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى إنَّ مَحَلَّ نَدْبِ وَلِيمَةِ
الْخِتَانِ فِي حَقِّ الذُّكُورِ دُونَ الْإِنَاثِ ؛ لِأَنَّهُ يَخْفَى
وَيَسْتَحْيِ مِنْ إظْهَارِهِ لَكِنَّ الْأَوْجَهَ اسْتِحْبَابُهُ فِيمَا
بَيْنَهُنَّ خَاصَّةً
Berkata
al-adzru'y kesunahan mengadakan walimah al-khitan untuk khitan laki-laki bukan
wanita, karena khitan untuk wanita cenderung tertutup dan terdapat rasa malu
bila terang-terangan, hanya saja menurut pendapat yang memiliki wajah juga
disunahkan bila penampakannya hanya sebatas dikalangan kaum wanita.[5]
ويسن
إظهار ختان الذكور وإخفاء الإناث عن الرجال دون النساء ولا يلزم من ندب وليمة
الختان إظهاره فيهن
Disunahkan
menampakkan khitan laki-laki dan menyembunyikan khitan wanita dari para kaum
pria bukan kaum wanita, bukan berarti kesunahan mengadakan walimah khitan pria
berarti juga disunahkan ditampakkan dikalangan wanita. [Nihaayah az-Zain
I/358]. Sedang pada pelaksanaan walimah khitan menurut satu pendapat di
kalangan madzhab Syafi'iyyah mendatanginya juga disunahkan meski terdapat
pendapat lain yang menyatakan tidak demikian. [6]
[2] Imam Nawawi, Majmuk Syarah Muhazzab 1, hal 301 maktabah syamilah
[3] Imam Sayuthi, Asybah wan Nadhair fil Furu` hal 108, http://lbm.mudimesra.com/2011/09,
diakses 7 Oktober 2017
[4] Pengertian
Khitan Hukum Dan Waktunya, http://lbm.mudimesra.com/2011/09,
diakses 5 Oktober 2017
[5] Kitab Tuhfah
al-Muhtaaj XXXI/384, Asnaa al-Mathaalib III/224].
[6] Kitab
Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah I/46
0 Response to "Khitan Dalam Hukum Islam"
Post a Comment