Syekh Ali Al-Banjari (III):Sang Pengajar di Mesjidil Haram Mekkah
Setelah dinilai
guru-gurunya mumpuni dalam bidang keilmuan, Syekh Ali pun diizinkan mengajar di
Mesjidil Haram dalam mata pelajaran Nahwu, Shorof, dan Fiqih Mazhab Syafi’ie. Sejak
saat itu pula, rumahnya di Daerah Syamiyah, Jabal Hindi, menjadi tempat tujuan
para penimba ilmu. Terlebih, ketika umat Islam Seluruh dunia berdatangan untuk
menunaikan ibadah haji. Momentum ibadah haji ini biasanya dimanfaatkan para
muslimin untuk menimba ilmu dari ulama-ulama besar di tanah haram, tak
terkecuali dengan Syekh Ali.Dari sekian banyak murid Syekh Ali Al Banjari yang
datang dari tanah Banjar dan kemudian menjadi ulama besar, di antaranya: KH
Zainal Ilmi (Dalam Pagar), Syekh Sya’rani bin Haji Arif (Kampung Melayu), Syekh
Muhammad Syarwani bin Haji Abdan (Bangil, Surabaya), Syekh Seman bin Haji Mulya
(Keraton), Syekh Hasyim Mukhtar, Syekh Nasrun Thohir, Syekh Nawawi Marfu’,
Syekh Abdul Karim bin Muhammad Amin Al Banjari (wafat di Makkah).
Berhenti
Mengajar di Masjidil Haram
Setelah sekian
lama tanah haram hidup tenang, dan Syekh Ali tenang menjalani rutinitasnya
sebagai pengajar di Masjidil Haram, Saudi Arabia dilanda perpecahan. Perang
antara kubu Syarif Husein (Turki Usmani) dengan kubu Muhammad Su’ud bin Abdul
Aziz.
Peperangan
tersebut tidak hanya berkisar perebutan daerah, tapi juga keyakinan dalam
beragama. Kubu Muhammad Su’ud yang membawa keyakinan Wahabi kemudian membuat
“onar” di tanah haram. Para ulama Ahlussunnah di zaman itu dipanggil, tak
terkecuali dengan Syekh Ali.
Sempat terjadi
perdebatan sengit antara Syekh Ali dengan ulama wahabi tentang firman Allah
Ta’la, “Yadullah fauqa aidihim”(Al Fath ayat 10). Ulama Wahabi berpandangan
lafaz “Yad” disana adalah tangan, dan Syekh Ali dengan tegas tidak menerima
pandangan Mujassimah (menyerupakan Tuhan dengan makhluk, red) tersebut. Beliau
cenderung dengan pandapat tafsir tentang ayat tersebut yang menyatakan: Bermula
kekuasaan itu atas segala kekuasaan mereka itu. Lafadz “Yad” dimaknai Qudrat.
Dalam debat itu, beliau menang telak atas ulama Wahabi. Sehingga, Syekh Ali
yang tadinya akan dipancung, urung dilaksanakan.
Dalam masa
peperangan itu-lah, Syekh Ali Al Banjari menitipkan anaknya Husin Ali kepada
Syekh Kasyful Anwar Al Banjari untuk dibawa ke tanah Banjar. Syekh Kasyful
Anwar adalah sahabat Syekh Ali ketika mengaji kepada Sayyid Abu Bakar Satha,
yang juga keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.Sejak perpecahan itu-lah
Syekh Ali Al Banjari tak lagi mengajar di Masjidil Haram. Namun, beliau masih
menerima orang-orang yang datang menemuinya. Baik yang menimba ilmu atau yang
hanya meminta doa. Karena nama Syekh Ali tidak hanya besar disebabkan kedalaman
ilmunya, tapi juga kemustajaban doanya. Sehingga, banyak orang yang datang
menemuinya hanya untuk didoakan beliau.
Syekh Ali bin
Abdullah Al Banjari wafat di Makkah Al Mukarromah, Kamis malam (Malam Jum’at)
12 Dzulhijjah 1307 Hijriyah dimakamkan di Mu’alla, Makkah.
Penulis: Muhammad
Bulkini Ibnu Syaifuddin
(Tulisan ini bersumber dari wawancara penulis dengan Ustadz Muhammad Husein Ali bin KH Husin Ali bin Syekh Ali bin Abdullah Al Banjari (Cucu Syekh Ali di Martapura)
(Tulisan ini bersumber dari wawancara penulis dengan Ustadz Muhammad Husein Ali bin KH Husin Ali bin Syekh Ali bin Abdullah Al Banjari (Cucu Syekh Ali di Martapura)
0 Response to "Syekh Ali Al-Banjari (III):Sang Pengajar di Mesjidil Haram Mekkah"
Post a Comment