Tingkatan Mujtahid Dalam Islam
Dalam memahami persoalan fiqh selayaknya
kita dapat mengenaltingkatn mujtahid dalam khazanah keilmuan Islam khususnya fiqh,
berikut tingkatannya.
Pertama, Mujtahid Mustaqil adalah seseorang
yang mampu membuat qa’idah sendiri dalam membuat kesimpulan-kesimpulan hukum
fiqh, atau ketika ia berfatwa terhadap suatu masalah ia menggunakan
kaidah-kaidah yang ia ciptanakan sendiri hasil dari pemahammnya yang mendalam
terhadap Al Quran dan Sunnah. Seperti para imam Madzhab yang empat. Ibnu Abidin
menamakan tingkatan ini dengan, tingkatan Mujtahid dari segi Syari’at.
Kedua, Mujtahid Muthlaq Ghairu
Mustaqil adalah
seseorang yang memenuhi kriteria sebagai seorang mujahid mustaqil, akan tetapi
ia tidak membuat kaidah-kaidah sendiri dalam menyimpulkan masalah-masalah
fiqhnya, ia memakai kaidah-kaidah yang dipakai oleh para imam Madzhab dalam
berijtihadnya. Inilah yang disebut muthlaq muntashib tidak mustaqil, seperti
para murid imam Madzhab diantaranya, Abi Yusuf, Muhammad, Zufar dari kalangan
madzhab Al-Hanafiyah. Ibnu Al-Qasim, Asyhab, dan Asad Ibnu Furat dari kalangan
Madzab Al-Malikiyah. Al-Buwaiti, Al Muzanni dari kalangan madzhab
Asy-Syafi’iyah. Abu Bakar Al-Atsram, Abu Bakar Al-Marwadzi dari kalangan
Madzhab Al-Hanabilah. Inilah yang Ibnu Abidin namakan, tingkatan Mujtahid dalam
Madzhab.
Mereka mampu
mengeluarkan atau membuat kesimpulan hukum dalam maslah fiqh berdasarkan dalil
yang merujuk kepada kaidah yang digunakan oleh guru-guru mereka, walau kadang
suka berbeda dalam bebarapa hal dengan gurunya, akan tetapi ia mengikuti
gurunya dalam kaidah-kaidah pokoknya saja. Dua tingkatan mujtahid di atas sudah
tidak ada pada zaman sekarang.
Ketiga, Mujtahid Muqayyad adalah seseorang yang berijtihad dalam
masalah-masalah yang tidak ada nashnya (keterangannya) dalam kitab-kitab
madzhab, seperti, Al-Hashafi, Al-Thahawi, Al- Kurhi, Al-Halwani, Al-Srakhosi,
Al-Bazdawi dan Qadli Khan dari kalangan madzhab Al-Hanafiyah. Al-Abhari, Ibnu
Abi Zaid Al-Qairawani dari kalangan Madzab Al-Malikiyah. Abi Ishaq Al-Syiraji,
Al-Marwadzi, Muhammad bin Jarir, Abi Nashr, Ibnu Khuzaimah dari kalangan
Madzhab Al- Syafi’iyah. Al-Qadli Abu Ya’la, Al-Qadli Abi Ali bin abi Musa dari
kalangan Madzhab Al- Hanabilah.
Mereka semua
disebut para imam Al-Wujuh, karena mereka dapat meyimpulakn suatu hukum yang
tidak ada nashnya dalam kitab madzhab mereka, dinamakan Wajhan dalam madzhab (
satu segi dalam madzhab) atau satu pendapat dalam madzhab, mereka berpegang
kepada madzhab bukan kepada Imamnya (gurunya), hal ini tersebar dalam dua
madzhab yaitu, Al-Syafi’iyah dan Al-Hanabalah.
Keempat, Mujtahid Tarjih adalah mereka yang mampu mentarjih
(menguatkan) salah satu pendapat dari satu imam madzhab dari pendapat-pendapat
madzhab imam lain, atau dapat mentarjih pendapat salah satu imam Madzhab dari
pendapat para muridnya atau pendapat imam lainnya. Berari Ia hanya mengambil
satu riwayat dari beberapa riwayat saja, seperti, Al-Qaduri, Al-Murghainani
(pangarang kitab Al-Hidayah) dari kalangan madzhab Al- Hanafiyah. Imam
Al-Kholil dari kalangan Madzhab Al-Malikiyah, Al- Rafi’i, Al-Nawawi dari
kalangan Madzhab Al- Syafi’iyah. Al-Qadli Alauddin Al-Mardawi tokohnya madzhab
Al- Hanabalah. Abu Al-Khattab Mahfudz bin Ahmad Al-Kalwadzani Al-Bagdadi dari
kalangan madzhab Al-Hanabalah.
Kelima, Mujtahid Fatwa adalah seseorang yang senantiasa
mengikuti salah satu madzhab, mengambil dan memahami masalah-masalah yang sulit
ataupun yang mudah, dapat membedakan mana pendapat yang kuat dari yang lemah,
mana pendapat yang rajih dari yang marjuh, akan tetapi mereka lemah dalam
menetapkan dalil dan mengedit dalil-dalil qiyasnya. Seperti para imam pengarang
matan-matan yang terkamuka dari kalangan imam mutaakhir (belakangan), seperti
pengarang Al-Kanzu (Kanzul Ummal), pengarang Al-Durur Mukhtar, pengarang Majma’
Al-Anhar dari kalangan Al-Hanafiyah, Al-Ramli dan Ibnu Hajar dari kalangan
Al-Syafi’iyah.
Keenam, Muqallid adalah mereka yang tidak mampu melakukan
hal-hal di atas, seperti membedakan mana yang kuat mana yang lemah, ia hanya bisa
mengikuti pendapat-pendapat ulama yang ada. Jumhur ulama tidak membedakan
anatara mujtahid muqayyad dan mujtahid takhrij, tetapi Ibnu Abidin menjadikan
mujtahid takhrij sebagai tingkatan yang keempat setelah mujtahid muqayyad, ia
memberikan contoh Al-Razi Al-Jashash (wafat th. 370) dan yang semisalnya.
Demikian tingkatan mujtahid dalam
khazanah keilmuan ilmuan khususnya di bidang ilmu fiqh ada tingkatannya
masing-masing. Sampai sekarang pintu
ijtihad sebagian ulama masih memperbolehkannya, walaupun menuju maqam atau
tingkatan tersebut sangat sukar bahkan ada juga yang menyebutnya pintu ijtihad
telah tertutup.
Sumber: alquranmulia.wordpress.com
0 Response to "Tingkatan Mujtahid Dalam Islam"
Post a Comment