Tata Cara Pelaksanaan Shalat Gerhana
Shalat gerhana baik
khusuf (gerhana bulan) dan gerhana matahari (kusuf) hukumnya sunat. Sedangkan metode dan tatacara pelaksnaannya
terkadang kita lupa disebabkan shalat tersebut jarang di lakukan dan disebabkan
baru di sunatkan saat ada gerhana dan itupun tidak tertentuwaktunya.
Untuk memudahkan
hal tersebut, berikut tata caranya:
- Memastikan terjadinya gerhana bulan
atau matahari terlebih dahulu.
- Shalat gerhana dilakukan saat gerhana
sedang terjadi.
- Sebelum shalat, jamaah dapat
diingatkan dengan ungkapan,”As-Shalâtu jâmi'ah.”
- Niat melakukan shalat gerhana matahari
(kusufus syams) atau gerhana bulan (khusuful qamar), menjadi imam atau
ma’mum.
أُصَلِّيْ سُنَّةً
لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ / لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ اِمَامًا / مَأْمُوْمًا لِلّهِ تَعَالَى
(sahaja aku shalat
sunat gerhana matahari atau gerhana bulan sebagai imam/makmum karena Allah SWT)
- Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua
rakaat.
- Setiap rakaat terdiri dari dua kali
ruku’ dan dua kali sujud.
- Setelah ruku’ pertama dari setiap rakaat
membaca Al-Fatihah dan surat kembali.
- Pada rakaat pertama, bacaan surat
pertama lebih panjang daripada surat kedua. Demikian pula pada rakaat
kedua, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua.
- Setelah shalat disunahkan untuk berkhutbah.
Untuk lebih ringkasnya shalat gerhana yaitu:
- Raka’at pertama
- Takbiratul Ihram
dengan niat di dalam hati untuk mengerjakan shalat gerhana (kusuf atau
khusuf),
- Membaca surah
al-Fatihah
- Ruku
- I’tidal (bangun
dari ruku)
- Membaca surat
al-Fatihah
- Ruku
- I’tidal (bangun
dari ruku)
- Sujud
- Duduk antara dua
sujud
- Sujud yang kedua
- Bangun untuk
raka’at kedua
- Maka selesailah raka’at pertama.
Kemudian
dilanjutkan ke raka’at kedua
- Membaca surah
al-Fatihah
- Ruku
- I’tidal (bangun
dari ruku)
- Membaca surat
al-Fatihah
- Ruku
- I’tidal (bangun
dari ruku)
- Sujud
- Duduk antara dua
sujud
- Sujud yang kedua
- Duduk untuk
tahiyyat akhir
- Memberi salam ke
kanan dan ke kiri
Dalil Shalat Gerhana
Diantara dalil shalat gerhana yaitu sabda
nabi Muhammad Saw berbunyi:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُمَا قَالَ انْكَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً قَدْرَ نَحْوِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ
رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ
الْقِيَامِ الأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ
الأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ
الأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ
ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأَوَّلِ ثُمَّ
رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ
انْصَرَفَ (رواه الشيخان)
Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: Gerhana matahari pernah
terjadi di masa Rasulullah saw. Kemudian beliau sholat bersama para sahabat.
Beliau pun berdiri dengan lama sekadar bacaan surat al-baqarah. Kemudian ruku
dengan lama, lalu berdiri lagi dengan lama namun lebih pendek dari yang
pertama, lalu ruku dengan lama namun lebih pendek dari yang pertama, lalu
mengangkat kepala dan bersujud. Kemudian beliau pun berdiri lagi dengan lama
namun lebih pendek dari yang pertama, lalu ruku dengan lama namun lebih pendek dari
yang pertama, lalu berdiri lagi dengan lama namun lebih pendek dari yang
pertama, lalu ruku dengan lama namun lebih pendek dari yang pertama lalu
mengangkat kepala dan bersujud. Kemudian beliau berpaling (setelah selesai
shalat) (HR Bukhari
Muslim)
Hal yang sebaiknya diperhatikan adalah dalam
soal ruku’nya. Ruku’ yang pertama dalam rakaat pertama lebih panjang dari yang
kedua. Menurut keterangan yang terdapat dalam kitab-kitab fikih madzhab
Syafi’i, pada ruku’ pertama membaca tasbih kira-kira lamanya sama dengan
membaca seratus ayat surat Al-Baqarah, sedang ruku’ kedua kira-kira delapan
puluh ayat. Hal ini juga berlaku pada sujud. Tentu saja ukuran yang lama tersebut baik rukuk dan sujud di
isi dengan tasbih. Untuk lebih ringkasnya ukuran panjang rukuk dan sujud yaitu:
- Rakaat Pertama
- Rukuk dan sujud pertama lebih panjang dari
rukuk/sujud kedua dengan ukuran membaca 100 ayat Al-Baqarah
- Rukuk dan sujud kedua lebih pendek dari rukuk/sujud yang pertama dengan ukuran membaca sekitar 80 ayat Al-Baqarah
- Rakaat Kedua
a. Rukuk dan sujud pertama
lebih panjang dari rukuk/sujud kedua dengan ukuran membaca sekitar 70 ayat
Al-Baqarah
b.
Rukuk dan sujud kedua lebih pendek dari rukuk/sujud yang
pertama dengan ukuran membaca sekitar 50 ayat Al-Baqarah
Di Sunatkan Memanjangkan Sujud?
Dalam memanjangkan tasbih
pada sujud terjadi khilaf pendapat dan ini berbeda dengan rukuk,disini ada dua
pendapat:
- pendapat pertama, tidak disunatkan
terlalu lama seperti ruku. Ini pendapat Muhammad az-Zuhri al-Ghamrawi
- pendapat kedua, pendapat kuat
menyatakan juga lama seperti rukuk
Di samping itu
bacaan surat dalam shalat sunah gerhana matahari boleh dipelankan, boleh juga
dikeraskan, tetapi disunahkan pelan. Dalam shalat gerhana tidak ada adzan dan
iqamah. Paparan diatas sebagaimana disebutkan oleh Syekh Muhammad Az-Zuhri
Al-Ghamrawi, dalam kitab As-Sirajul Wahhaj berbunyi:
وَيُسَبِّحُ فِي الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ قَدْرَ مِائَةٍ مِنَ
الْبَقَرَةِ وَفِي الثَّانِي ثَمَانِينَ وَالثَّالِثِ سَبْعِينَ وَالرَّابِعِ
خَمْسِينَ تَقْرِيبًا فِي الْجَمِيعِ وَلَا يَطُولُ السَّجَدَاتِ فِي
الْأَصَحِّ قُلْتُ الصَّحِيحُ تَطْوِيلُهَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ وَنَصَّ فِي
الْبُوَيْطِىُّ أَنَّهُ يَطُولُهَا نَحْوَ الرُّكُوعِ الَّذِي قَبْلَهَا وَاللهُ
أَعْلَمُ فَالسُّجُودِ الْأَوَّلِ كَالرُّكُوعِ الْأَوَّلِ وَهَكَذَا
“Bertasbih dalam ruku’ pertama kira-kira lamanya seperti lamanya membaca seratus ayat dari surat Al-Baqarah, ruku’ kedua delapan puluh ayat, ketiga tujuh puluh ayat dan keempat lima puluh ayat. Saya berpendapat bahwa pendapat yang sahih adalah memanjangkan sujud sebagaimana dalam hadits sahih yang diriwayatkan Bukhari-Muslim dan pendapat imam Syafi’i yang terdapat dalam kitab Mukhtashar Al-Buwaithi bahwa ia memanjangkan sujud seperti memanjangkan ruku’ yang sebelum sujud. Wallahu a’lam. Karenanya, sujud yang pertama itu panjangnya seperti ruku’ yang pertama begitu seterusnya…”. (Muhammad Az-Zuhri Al-Ghamrawi, As-Sirajul Wahhaj, Beirut, Darul Ma’rifah, tt, 98).
Sunat Berjamaah Dan
Meninggikan Suara
Dalam shalat
gerhana di sunatkan berjamaah dan tidak disunatkan azan dan iqamah hanya di
anjurkan membaca ash-shalâtu jâmi’ah. Di samping itu di sunatkan
meninggikan suara pada shalat gerhana bulan sedangkan gerhana matahari tidak
disunatkan. Hal ini sebagaiamana dijelaskan didalam kitab As-Sirajul Wahhaj berbunyi:
وَتُسَنُّ
جَمَاعَةٌ أَىْ تُسَنُّ الْجَمَاعَةُ فِيهَا وَيُنَادَى لَهَااَلصَّلَاةُ
جَامِعَةٌ وَيَجْهَرُ بِقِرَاءَةِ كُسُوفِ الْقَمَرِ لَا الشَّمْسِبَلْ يُسِرُّ
فِيهَا لِأَنَّهَا نَهَارِيَّةٌ
“..Shalat gerhana
matahari sunah dilaksanakan secara berjamaah dan diseru dengan ungkapan
ash-shalâtu jâmi’ah. Disunahkan meninggikan suara ketika membaca surat dalam
shalat gerhana bulan, bukan gerhana matahari bahkan memelankan bacaan suratnya
karena shalat gerhana matahari merupakan shalat sunah yang dilakukan siang
hari,” (Muhammad Az-Zuhri
Al-Ghamrawi, As-Sirajul Wahhaj, Beirut, Darul Ma’rifah, tt, 98).
Sunat Khutbah Sesudah Shalat
Pada shalat gerhana setelah selesai shalat, dilanjutkan dengan dua khutbah sebagaimana khutbah Jumat. Namun jika shalat sunah gerhana matahari dilakukan sendirian, tidak perlu ada khotbah. Begitu juga jika semua jamaahnya adalah perempuan. Tetapi jika ada salah satu dari perempuan tersebut yang berdiri untuk memberikan mauidlah tidak ada masalah (la ba’sa bih).
(وَيَخْطُبُ الْإِمَامُ) أَيْ أَوْ
نَائِبُهُ وَتُخْتَصُّ الْخُطْبَةُ بِمَنْ يُصَلِّي جَمَاعَةً مِنَ الذُّكُورِ
فَلَا خُطْبَةَ لِمُنْفَرِدٍ وَلَا لِجَمَاعَةِ النِّسَاءِ فَلَوْ قَامَتْ
وَاحِدَةٌ مِنْهُنَّ وَوَعَظَتْهُنَّ فَلَا بَأْسَ بِهِ كَمَا فِى خُطْبَةِ
الْعِيدِ
“Kemudian imam berkhutbah atau orang yang menggantikan imam. Khutbah dikhususkan bagi orang laki-laki yang yang mengikuti shalat tersebut secara jamaah. Karenanya, tidak ada khutbah bagi orang yang shalat sendirian juga bagi jamaah perempuan, (akan tetapi, pent) jika salah satu dari jamaah perempuan berdiri dan memberikan mauidlah, tidak apa-apa sebagaimana dalam khutbah shalat ‘ied,” (Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatus Syeikh Ibrahim Al-Baijuri, Indonesia, Darul Kutub Al-Islamiyyah, 1428 H/2007 M, juz I, halaman 438)
Semoga kupasan singkat tentang shalat gerhana diatas
semoga bermanfaat…
Sumber : NU Online
Sumber : NU Online
0 Response to "Tata Cara Pelaksanaan Shalat Gerhana"
Post a Comment