Fiqh Qurban : Qurban Nazar dan Problemanya (V)
Salah satu bentuk dalam Islam sebuah
ibadah sunat bisa berubah kepada wajib apabila diikat diri dengan bernazar.
Problema ini juga berlaku pada udhiyah. Nadzar itu sendiri adalah sebuah janji
kepada Allah SWT yang apabila permintaannya dikabulkan Allah, maka dia akan
melakukan salah satu bentuk ibadah sunat yang kemudian menjadi wajib untuk
dikerjakan.Seseorang yang bernadzar untuk menyembelih hewan udhiyah membuat
hukumnya berubah dari sunnah menjadi wajib. Baik dengan menyebutkan hewannya
yang sudah ditentukan, atau tanpa menyebutkan hewan tertentu.
Dalam masyarakat sering terjadi fenomena
berkaitan mengenai ibadah qurban, dimana seseorang peternak terkadang kerap yang
sering terjadi saat membawakan kambing untuk dijual atau lainnya, ketika ditanyakan
kepada mereka,”apakah itu kambing untuk qurban”, siempu kambing menjawab : “ya,
untuk ini untuk kurban”, walaupun mereka menjawab asal-asalan atau tidak,
secara tidak langsung kambing tersebut
sudah menjadi udhiyyah wajibah (qurban
wajib) dan dilarang untuk dimakan ketika kurban nanti serta tidak dipedulikan
maksud mereka menjawab untuk selain qurban wajib.
Peristiwa semacam itu merupakan sebuah
kejahilan yang di sebabkan tanpa ada ilmu pada diri mereka,tentu saja tidak
menghilangkan dan menggugurkan itu
sebagai qurban wajib, hanya saja yang gugur berupa dosa disebabakan kejahilannya,
sedangkan dhimmah (tanggungan) sebagai qurban wajib masih tetap. (Imam
Ramli, Nihayah Muhtaj: 8: 137, Darul Kutub, Bairut, Syekh Ibnu Hajar
Al-Haitami, Tuhfah Al-muhtaj: 9: 412-413, darul Fikr, Syekh Ibrahim Bajuri,
Kitab Al-Bajuri: II: 296).
Melihat fenomena tersebut, sebagian
ulama menyebutan perkataan seseorang ketika itu sebagai “ikhbar”
(mengkhabarkan). Seperti yang kita maklumi “khabar” merupakan sebuah
ucapan yang ihtimal (kemungkinan benar dan salah), sesuatu yang ihtimal
belum bisa dijadikan sandaran hukum serta memerlukan kepada murajih
(penyokong)nya, makanya baru bisa dihukumi perkataan seseorang ketika membawa
hewan qurban menjawab “ya ini hewan qurban” kepada “udhiyyah wajibah”
(kurban wajib), apabila disertai dengan insya’ ( keinginan).
Dalam masyarakat sering terjadi ketika
tercapai sebuah cita-cita atau harapannnya, maka terucaplah perkataan: “demi
Allah saya akan berqurban dengan hewan ini”, wajiblah orang tersebut berudhiyyah pada waktu itu, jikalaupun umpamanya hewan yang akan dikurbankan
tadi tidak memenuhi kriteria hewan
qurban, namun tidak boleh diganti dengan yang lain sekalipun itu
hewan udhiyah yang lebih bagus dan
memenuhi kriteria.. sedangkan niat saja
dalam hati itu tidak dihitung dalam pandangan syara sebagai nazar mesti
diucapkan. ( Kitab Nihayah Muhtaj: 8: 136, Kitab Tuhftul Muhtaj: 8: 412-413,
Al-Bajuri: II: 296)).
0 Response to "Fiqh Qurban : Qurban Nazar dan Problemanya (V)"
Post a Comment