Perjanjian Asuransi Dalam Islam, Bolehkah?
Dalam Islam khususnya di
dunia ekonomi Islam tidak sunyi dari berbagai macam akad. Termasuk persoalan asuransi itu sendiri. Perjanjian
Asuransi tidak bertentantangan
dengan Syari’at Islam.
Hal ini sebagaimana di
kemukakan oleh beberapa pakar hokum Islam. Tidak sedikit ulama dunia yang mencoba mengutarakan
pendapatnya. Pendapat yang mengatakan bahwa
perjanjian asuransi dibolehkan dalam Syari’at Islam antara lain Abdul Wahab
Khallaf, Mustafa Ahmad Zarqa (Guru Besar Hukum Islam pada Fakultas Syari’at
Universitas Syria), muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Universitas Kairo), dan
Abdurrahman Isa pengarang Al-Muamalat al-Haditsah wa Ahkamuha.
Adapun
alasan yang dikemukakan untuk menyatakan perjanjian asuransi itu tidak
bertentangan dengan Syari’at Islam adalah :
- Tidak ada nash al-Qur’an maupun al-hadits
yang melarang asuransi.
- Kedua pihak yang berjanji (asurador dan
yang mempertanggungkan) dengan penuh kerelaan menerima operasi ini
dilakukan dengan menikul tanggung jawab masing-masing.
- Asuransi tidak merugikan salah satu atau
kedua belah pihak dan bahkan asuransi menguntungkan kedua belah pihak.
- Asuransi mengandung kepentingan Umum, sebab
premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan (disalurkan kembali untuk
diajdikan modal) untuk proyek-proyek yang diproduktif dan untuk
pembangunan.
- Asuransi termasuk akad mudharabah,
maksudnya bahwa asuransi merupakan akad kerja sama bagi hasil antara
pemegangpolis (pemilik modal) dengan perusahaan asuransi yang mengatu
modal atas dasar bagi hasil (Profil and Loss Sharing).
- Asuransi termasuk koperasi (Syirkah
Ta’awuniyah).
- Dikiaskan (analogi) dengan sistem pansiun
seperti Taspen.
- Operasi asuransi dilakukan untuk
kemaslahatan umum dan kepentingan bersama.
- Asuransi menjaga banyak manusia dari
kecelakaan harta benda kekayaan dan kepribadian.
Dengan alasan-alasan yang
demikian, maka asuransi dianggap “Memembawa manfaat bagi pesertanya dan
perusahaan asuransi secara bersamaan. Praktek atau tindakan yang dapat
menentangkan kemaslahatan orang banyak adalah dibenarkan dalam agama”.[1]
[1] Fuad
Muhammad Fachrudin, Riba dalam Bank, Koperasi, Perseroan dan
Asuransi, PT. Al-Maarif : Bandung, 1985, hal. 211.
0 Response to "Perjanjian Asuransi Dalam Islam, Bolehkah?"
Post a Comment