Metode Istimbat Asuransi Dalam Perspektif Islam
Masalah asuarnsi dalam pandangan ajaran Islam
termasuk masalah masalah ijtihadiyah, artinya hukumnya perlu dikaji sedalam
mungkin karena tidak dijelaskan oleh Al-Qur’an dan Al-Sunnah secara eksplisit.
Disamping itu para Imam Mazhab juga tidak ada memberikan pendapatnya tenatng
ini, sebab ketika itu masalah perasuransian belum dikenal. “KH Ahmad Ahar Basyir, MA, mengungkapkan : bahwa perjanjian asuransi adalah hal yang
baru belum pernah terjadi pada masa Rasaullulah SAW dan para sahabat serta tabi’in”.[1]
Dengan meluasnya praktek asuransi di seluru
penjuru dunia termasuk di negeri-negeri Isalm, maka para sarjana hukum Islam
(fuqaha) tiadklah berdiam diri dalam mendudukkan hukum. Sebagai akad model baru
yang tidak dikemukakan daalm kitab-kitab fiqih lama, menimbulkan persoalan
apakah asuarnsi ini dibenarkan atau harus ditolak. Dengan memandang dari
berbagai jurusan, ternyata para ulama tidak sependapat dalam menetapkan
hukumnya. Segolongan menolaknya dan segolongan lagi menerimanya dan adapula
yang menghedaki perobahan sistem dan penyesuaian, sehingga dapat diterima dalam
syri’at Islam.
Untuk mengambil ketetapan hukum dengan
menggunakan metode ijtihad dapat dipergunakan beberapa cara, antara lain :
1.
Maslahah Mursalah / untuk
kemaslahatan umum.
Dalam melaksanakan kerugian berasuransi harus
didasari dengan semangat tolong menolong antara anggota(nasabah).Seseorang yang
masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat motivasi untuk membantu dan
meringankan beban temanya pada suatu ketika mendaoatkan musibah atau kerugian.
Prinsip kerja sama merupakan prinsip universal
yang selalu ada dalam literatur ekonomi Islam. Manusia sebagai makhluk yang
mendapat mandad dari khaliq-Nya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran di
muka bumi mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya,
yaitu sebagai makhluk induvidu dan sebagai makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan dapat
hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari yang lain. Sebagai apresiasi dari
posisi dirinya sebagai makhluk sosial, nilai kerja sama adalah suatu norma yang
tidak dapat ditawar lagi. Hanya dengan mewujudkan kerja sama antara sesama,
manusia baru dapat merealisasikan kedudukannya sebagai makhluk sosial.
Kerja sama dalam bisnis asuransi dapat berwujud
dalam bentuk akad yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat,
yaitu antara anggota (nasabah) dan perusahaan asuransi. Dalam operasionalnya,
akad yang dipakai dalam bisnis asuransi dapat memakai konsep mudharabah atau
musyarakah. Konsep mudhararabah dan musyarakah adalah dua buah konsep dasar
dalam kajian ekonomika islami dan mempunyai nilai historis dalam perkembangan
keilmuan ini.[2]
2.
Melakukan Interpretasi atau
Penafsiran hukum secara anologi (Metode Qiyas).
Pada dasarnya asuransi semata-mata untuk
kepentingan bersama ketiaka terjadi kemudaratan atas diri salah seorang
anggotanya. Tidak untuk mencari keuntungan. Karena dasar dari jenis asuransi
tolong-menolong sejalan dengan prinsip Islam. Allah SWT dalam surat al-Maidah
ayat 2 berfirman :
"... Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. (surat Al-Maidah : 2)
Rasulullah
SAW memberikan tuntunan kepada manusia agar selalu bersikap waspada terhadap
kerugian atau musibah yang akan terjadi, bukannya langsung menyerahkan
segalanya (tawakkal) kepada Allah SWT, kita selalu menghindar dari risiko yang
mebawa kerugian pada diri kita, baik itu berbentuk kerugian materi ataupun
kerugian yang berkaitan langsung dengan diri manusia (Jiwa).
Praktik
asuransi adalah bisnis yang bertumpu pada bagaimana cara mengolola risiko itu
dapat diminimalisasi pada tingkat yang sedikit (serendah) mungkin. Risiko
kerugian tersebut akan terasa ringan jika dan hanya jika ditanggung bersam-sama
oleh semua anggota (nasabah) asuransi. Sebaliknya jika risiko kerugian tersebut
hanya ditanggung oleh pemiliknya, maka akan berakibat terasa berat bagi pemilik
risiko tersebut.
[1] Chairuman Pasaribu Suhrawardi K.
Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Cet. 2. (Jakarta : PT. Sinar Grafika,
1996), hal. 85.
[2] Muhammad Nejatullah Siddiki,
Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil Dalam Hukum Islam, (pener). Fakhiyah mumtihani).
(Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa,
1996), hal. 129.
0 Response to "Metode Istimbat Asuransi Dalam Perspektif Islam"
Post a Comment