Hukum dan Dalil Qadha Shalat Menurut Aswaja
Sangat banyak
hadist yang menguraikan tentang wajib mengqadhakan shalat fardhu yang ditinggalkan.
Salah satunya ketika Nabi saw dan para sahabat terbangun terlambat shalat subuh
setelah terbitnya matahari, Nabi saw dan sahabat meng Qadha nya saat setelah
terbangun, dan nabi saw memerintahkan sahabat untuk tetap sakinah, jangan
terburu buru dalam wudhu lalu merekapun meng Qadha shalat subuh setelah terbit
matahari. (Shahih Muslim Bab : Meng Qadha shalat yg tertinggal dan disunnahkan
untuk menyegerakannya hadits no.680)
مباحث قضاء الصلاة الفائتة حكمه
قضاء الصلاة المفروضة التي فاتت واجب على الفور سواء فاتت
بعذر غير مسقط لها أو فاتت بغير عذر أصلا باتفاق ثلاثة من الأئمة ( الشافعية قالوا
: إن كان التأخير بغير عذر وجب القضاء على الفور وإن كا...ن بعذر وجب على التراخي
BAHASAN QADHA
SHALAT. Hukum mengqadha shalat fardhu menurut kesepakatan tiga madzhab (Hanafi,
Maliki dan Hanbali) adalah wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin baik
shalat yang ditinggalkan sebab adanya udzur (halangan) atau tidak. Sedangkan
menurut Imam Syafi’i qadha shalat hukumnya wajib dan harus dikerjakan sesegera
mungkin bila shalat yang ditinggalkan tanpa adanya udzur dan bila karena udzur,
qadha shalatnya tidak diharuskan dilakukan sesegera mungkin. [ Al-Fiqh ‘alaa
Madzaahiba l-Arba’ah I/755 ].
Hadits-hadits
tentang qadha shalat
1).
HR.Bukhari, Muslim dari Anas bin Malik ra.: “Siapa yang lupa (melaksanakan)
suatu sholat atau tertidur dari (melaksanakan)nya, maka kifaratnya (tebusannya)
adalah melakukannya jika dia ingat”. Ibnu Hajr Al-‘Asqalany dalam Al-Fath II:71
ketika menerangkan makna hadits ini berkata; ‘Kewajiban menggadha sholat atas
orang yang sengaja meninggalkannya itu lebih utama. Karena hal itu termasuk
sasaran Khitab (perintah) untuk melaksanakan shalat, dan dia harus
melakukannya…’.
Yang dimaksud
Ibnu Hajr ialah kalau perintah Rasulallah saw. bagi orang yang ketinggalan
sholat karena lupa dan tertidur itu harus diqadha, apalagi untuk sholat yang
disengaja ditinggalkan itu malah lebih utama/wajib untuk menggadhanya. Maka
bagaimana dan darimana dalilnya orang bisa mengatakan bahwa sholat yang sengaja
ditinggalkan itu tidak wajib/tidak sah untuk diqadha ?
Begitu
juga hadits itu menunjukkan bahwa orang yang ketinggalan sholat karena lupa
atau tertidur tidak berdosa hanya wajib menggantinya. Tetapi orang yang
meninggalkan sholat dengan sengaja dia berdosa besar karena kesengajaannya
meninggalkan sholat, sedangkan kewajiban qadha tetap berlaku baginya.
2).
Rasulallah saw. setelah sholat Dhuhur tidak sempat sholat sunnah dua raka’at
setelah dhuhur, beliau langsung membagi-bagikan harta, kemudian sampai dengar
adzan sholat Ashar. Setelah sholat Ashar beliau saw. sholat dua rakaat ringan,
sebagai ganti/qadha sholat dua rakaat setelah dhuhur tersebut. (HR.Bukhori,
Muslim dari Ummu Salamah).
3).
Rasulallah saw. bersabda: ‘Barangsiapa tertidur atau terlupa dari mengerjakan
shalat witir maka lakukanlah jika ia ingat atau setelah ia terbangun’.
(HR.Tirmidzi dan Abu Daud).(dikutip dari at-taj 1:539)
4).
Rasulallah saw. bila terhalang dari shalat malam karena tidur atau sakit maka
beliau saw. menggantikannya dengan shalat dua belas rakaat diwaktu siang. (HR.
Muslim dan Nasa’i dari Aisyah ra).(dikutip dari at-taj 1:539)
Nah alau
sholat sunnah muakkad setelah dhuhur, sholat witir dan sholat malam yang tidak
dikerjakan pada waktunya itu diganti/diqadha oleh Rasulallah saw. pada waktu
setelah sholat Ashar dan waktu-waktu lainnya, maka shalat fardhu yang sengaja
ketinggalan itu lebih utama diganti dari- pada sholat-shalat sunnah ini.
5). HR
Muslim dari Abu Qatadah, mengatakan bahwa ia teringat waktu safar pernah
Rasulallah saw. ketiduran dan terbangun waktu matahari menyinari punggungnya.
Kami terbangun dengan terkejut. Rasulallah saw. bersabda: Naiklah (ketunggangan
masing-masing) dan kami menunggangi (tunggangan kami) dan kami berjalan. Ketika
matahari telah meninggi, kami turun. Kemudian beliau saw. berwudu dan Bilal
adzan utk melaksanakan sholat (shubuh yang ketinggalan). Rasulallah saw.
melakukan sholat sunnah sebelum shubuh kemudian shalat shubuh setelah selesai
beliau saw. menaiki tunggangannya.
Ada
sementara yang berbisik pada temannya; ‘Apakah kifarat (tebusan) terhadap apa
yang kita
lakukan dengan mengurangi kesempurnaan shalat kita (at-tafrith fi ash-sholah)?
Kemudian Rasulallah saw. bersabda: ’Bukan kah aku sebagai teladan bagi
kalian’?, dan selanjutnya beliau bersabda : ‘Sebetulnya jika karena tidur (atau
lupa) berarti tidak ada tafrith (kelalaian atau kekurangan dalam pelaksanaan
ibadah, maknanya juga tidak berdosa). Yang dinamakan kekurangan dalam pelaksanaan
ibadah(tafrith) yaitu orang yang tidak melakukan (dengan sengaja) sholat sampai
datang lagi waktu sholat lainnya….’. (Juga Imam Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah, dari Imaran bin Husain dengan kata-kata yang mirip, begitu juga Imam
Bukhori dari Imran bin Husain).
Hadits ini
tidak lain berarti bahwa orang yang dinamakan lalai/meng- gampangkan sholat
ialah bila meninggalkan shalat dengan sengaja dan dia berdosa, tapi bila karena
tertidur atau lupa maka dia tidak berdosa, kedua-duanya wajib menggadha sholat
yang ketinggalan tersebut. Dan dalam hadits ini tidak menyebutkan bahwa orang
tidak boleh/haram menggadha shalat yang ketinggalan kecuali selain dari yang
lupa atau tertidur, tapi hadits ini menyebutkan tidak ada kelalaian (berdosa)
bagi orang yang meninggal- kan sholat karena tertidur atau lupa. Dengan
demikian tidak ada dalam kalimat hadits larangan untuk menggadha shalat !
6). Jabir
bin Abdullah ra.meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ra. pernah datang pada hari
(peperangan) Khandaq setelah matahari terbenam. Dia mencela orang kafir
Quraisy, kemudian berkata; ‘Wahai Rasulallah, aku masih melakukan sholat Ashar
hingga (ketika itu) matahari hampir terbenam’. Maka Rasulallah saw. menjawab :
‘Demi Allah aku tidak (belum) melakukan sholat Ashar itu’. Lalu kami berdiri
(dan pergi) ke Bith-han. Beliau saw. Berwudu untuk (melaksanakan) sholat dan
kami pun berwudu untuk melakukannya. Beliau saw. (melakukan) sholat Ashar
setelah matahari terbenam. Kemudian setelah itu beliau saw. melaksanakan sholat
Maghrib. (HR.Bukhari dalam Bab ‘orang yg melakukan sholat bersama orang lain
secara berjama’ah setelah waktunya lewat’, Imam Muslim I ;438 hadits nr. 631,
meriwayatkannya juga, didalam Al-Fath II:68,dan pada bab ‘meng- gadha sholat
yang paling utama’ dalam Al-Fath Al-Barri II:72)
7). Begitu
juga dalam kitab Fiqih empat madzhab atau Fiqih lima madzhab bab 25 shalat
Qadha’ menulis: Para ulama sepakat (termasuk Imam Hanafi, Imam Malik, Imam
Syafi’i dan lainnya) bahwa barangsiapa ketinggalan shalat fardhu maka ia wajib
menggantinya/menggadhanya. Baik shalat itu ditinggal- kannya dengan sengaja,
lupa, tidak tahu maupun karena ketiduran.
Memang
terdapat perselisihan antara imam madzhab (Hanafi, Malik, Syafi’i dan lainnya),
perselisihan antara mereka ini ialah apakah ada kewajiban qadha atas orang
gila, pingsan dan orang mabuk.
8). Dalam
kitab fiqih Sunnah Sayyid Sabiq (bahasa Indonesia) jilid 2 hal. 195 bab Menggadha
Shalat diterangkan: Menurut madzhab jumhur termasuk disini Imam Abu Hanifah,
Imam Malik dan Imam Syafi’i mengatakan orang yang sengaja meninggalkan sholat
itu berdosa dan ia tetap wajib meng-gadhanya.
Yang
menolak pendapat qadha dan ijma’ ulama ialah Ibnu Hazm dan Ibn Taimiyyah,
mereka ini membatalkan (tidak sah) untuk menggadha sholat !! Dalam buku ini
diterangkan panjang lebar alasan dua imam ini.
(Tetapi
alasan dua imam ini terbantah juga oleh hadits-hadits diatas dan ijma’ para
ulama pakar termasuk disini Imam Hanafi, Malik, Syafi’I dan ulama pakar lainnya
yang mewajibkan qadha atas sholat yang sengaja ditinggal- kan. Mereka ini juga
bathil dari sudut dalil dan berlawanan dengan madzhab jumhur—pen.).
Kesimpulan
:
Kalau kita
baca hadits-hadits diatas semuanya masalah qadha shalat, dengan demikian buat
kita insya Allah sudah jelas bahwa menggadha/meng-gantikan sholat yang
ketinggalan baik secara disengaja maupun tidak disengaja menurut ijma’ ulama
hukumnya wajib, sebagaimana yang diutarakan oleh ulama-ulama pakar yang telah
diakui oleh ulama-ulama dunia yaitu Imam Hanafi, Imam Malik dan Imam Syafi’i.
Hanya
perbedaan antara yang disengaja dan tidak disengaja ialah masalah dosanya jadi
bukan masalah qadhanya. Semoga dengan adanya dalil-dalil yang cukup jelas ini
bisa menjadikan manfaat bagi kita semua. Semoga kita semua tidak saling
cela-mencela atau merasa pahamnya/anutannya yang paling benar.
Hadits
mengqadla shalat :
إن المشركين شغلوا رسول الله صلّى الله عليه وسلم عن أربع
صلوات يوم الخندق، حتى ذهب من الليل ما شاء الله ، فأمر بلالاً فأذن، ثم أقام،
فصلى الظهر، ثم أقام فصلى العصر، ثم أقام فصلى المغرب، ثم أقام فصلى العشاء» (2)
رواه الترمذي والنسائي وأحمد، قال الترمذي: ليس بإسناده
بأس، إلا أن أبا عبيدة ( راويه عن أبيه عن ابن مسعود ) لم يسمع من أبيه. ورواه
النسائي أيضاً عن أبي سعيد الخدري، ورواه البزار عن جابر ابن عبد الله ( نصب
الراية: 2 /164- 166 ).
ومن شغلت ذمته بأي تكليف لا تبرأ إلا بتفريغها أداء أو
قضاء، لقوله صلّى الله عليه وسلم : «فدين الله أحق أن يقضى» (3) . فمن وجبت عليه
الصلاة، وفاتته بفوات الوقت المخصص لها، لزمه قضاؤها (4) فهو آثم بتركها عمداً،
والقضاء عليه واجب، لقوله صلّى الله عليه وسلم : «إذا رقد أحدكم عن الصلاة، أو غفل
عنها، فليصلها إذا ذكرها، فإن الله عز وجل يقول: {أقم الصلاة لذكري} [طه:14/20]
(5) وللبخاري: «من نسي صلاة، فليصلها إذا ذكرها، لا كفارة لها إلا ذلك» ومجموع
الحديث المتفق عليه بين البخاري ومسلم: «من نام عن صلاة أو نسيها، فليصلها إذا
ذكرها» فمن فاتته الصلاة
لنوم أو نسيان قضاها، وبالأولى من فاتته عمداً بتقصير يجب
عليه قضاؤها. وعليه: يجب القضاء بترك الصلاة عمداً أو لنوم أو لسهو، ولوشكاً. ولا
يجب القضاء عند المالكية لجنون أو إغماء أو كفر، أو حيض أو نفاس، أو لفقد
الطهورين. (3) رواه البخاري والنسائي عن ابن عباس. وهناك أحاديث أخرى في الحج في
معناه (نيل الأوطار:285/4 وما بعدها). (4) الكتاب مع اللباب: 1 / 88، الشرح
الصغير: 1 /364، مغني المحتاج: 1 /127، المهذب: 1 / 54، المجموع: 3 /72 وما بعدها،
المغني: 2 /108، بداية المجتهد:175/1. (5) رواه مسلم عن أنس بن مالك (نيل الأوطار:
2 /25).
Wallaahu A'lamu Bis-shawaab
Sumber : PISS.KTB
0 Response to "Hukum dan Dalil Qadha Shalat Menurut Aswaja"
Post a Comment