Bulan Syakban (V): Kontroversi Seputar Shalat Nisfu Syakban
Shalat sunat Nisfu Syakban berdasarkan pandangan Imam Ghazali yang di sebutan dalam kitab Ihya Ulumuddin, bunyinya: “Adapun shalat
Sya’ban dilakukan pada malam kelima belas dengan melakukan shalat seratus
raka’at pada setiap dua raka’at dengan sekali salam, pada setiap raka’at
setelah membaca fatihah membaca qul huwa Allah ahad sebelas kali. Jika
menginginkan, melakukan shalat sebelas raka’at dengan membaca surat al-ikhlas
seratus kali pada setiap raka’at setelah membaca fatihah. Maka ini pula
diriwayat dalam sejumlah shalat dimana para salaf melakukan shalat ini dan
mereka menamakannya dengan shalat al-khair dan berkumpul untuk melaksanakannya
dan kadang-kadang mereka melakukannya dengan jama’ah.
Telah diriwayat dari al-Hasan, sesungguhnya beliau berkata : “Ada
tiga puluh orang sahabat Nabi SAW yang memberitahukan kepadaku bahwa barangsiapa
yang melakukan shalat ini pada malam ini, maka Allah akan melihatnya tujuh
puluh kali dan memberikannya pada setiap melihatnya tujuh puluh kebutuhan.
Sekurang-kurangnya keampunan”.
Shalat sunat dengan niat shalat nisfu
syakban hukumnya dilarang, karena tidak dasar pijakan hukum. Namun boleh di laksanakan dengan niat sunat mutlak. Diantara dalil yang menunjukkan bahwa Rasulullah Saw pada malam nisfu syakban sebagain besar waktunya beliau habiskan unttuk shalat malam, bunyi hadistnya “Dari 'Ala' bin Charits bahwa Aisyah berkata: “Rasulullah bangun di tengan
malam kemudian beliau salat, kemudian sujud sangat lama, sampai saya menyangka
bahwa beliau wafat. Setelah itu saya bangun dan saya gerakkan kaki Nabi dan
ternyata masih bergerak. Kemudian Rasul bangkit dari sujudnya setelah selesai
melakukan shalatnya, Nabi berkata “Wahai Aisyah, apakah kamu mengira Aku
berkhianat padamu?”, saya berkata “Demi Allah, tidak, wahai Rasul, saya mengira
engkau telah tiada karena sujud terlalu lama.” Rasul bersabda “Tahukauh kamu
malam apa sekang ini?” Saya menjawab “Allah dan Rasulnya yang tahu”. Rasulullah
bersabda “ini adalah malam Nishfu Sya’ban, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla
memperhatikan hamba-hamba-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, Allah akan mengampuni
orang-orang yang meminta ampunan, mengasihi orang-orang yang meminta
dikasihani, dan Allah tidak akan memprioritaskan orang-orang yang pendendam”.
(HR Al Baihaqi fi Syuab Al Iman no 3675),
Dalam pandangan Syeikh Al Kurdy, beliau berkata : Para
Ulama berbeda pendapat mengenai hadis-hadis yang berhubungan dengan salat sunah
malam Nishfu Sya’ban, diantara para ulama ada yang mengatakan bahwa hadis
tersebut (meskipun Dlaif) memiliki banyak jalur riwayat, yang secara
keseluruhan (akumulasi) hadis tersebut boleh dilaksanakan dalam hal Fadlailul
A’mal (naik peringkat menjadi hadis hasan lighairihi). Diantara ulama yang lain
menghukuminya sebagai hadis palsu, seperti Imam Nawawi dan Syekh Zainuddin Al
Malibary”. (I'ánah al-Thálibín, I/271)
0 Response to "Bulan Syakban (V): Kontroversi Seputar Shalat Nisfu Syakban"
Post a Comment