Bulan Syakban (I): Syakban Dalam Lintasan sejarah
Kita saat ini kembali
telah menyapa diri dengan bulan Sya’ban. Bulan ini merupakan bulan ke delapan di dalam Kalender
Hijriyah. Untaian selamat tinggal telah kita ‘lambaikan” dalam untaian
berbagai macam ibadah di bulan Rajab. Kita berharap segala ibadah Rajab itu
bernilai di sisi Allah SWT.
Bulan Syakban yang mana
di dalam bulan ini terdapat banyak kelebihan dan bermacam hikmah terhadap
mereka yang terus menggalinya. Secara etimologi Sya’ban itu sendiri diambil
dari kata Sya’bun yang memiliki arti kelompok atau golongan. Mengapa di
namakan dengan Sya’ban? Fenomena penamaan (wajah tasmiah)nya ini karena pada
bulan ini, masyarakat jahiliyah berpencar mencari air. Akan tetapi Ada pula
yang mengatakan, mereka (masyarakat Arab) berpencar menjadi beberapa kelompok
untuk melakukan peperangan antar suku. Al-Munawi mengatakan, “Bulan Rajab
menurut masyarakat jahiliyah adalah bulan mulia, sehingga mereka tidak
melakukan peperangan. Ketika masuk bulan Sya’ban, bereka berpencar ke berbagai
peperangan.” (At-Tauqif a’laa Muhimmatit Ta’arif: 431).
Sementara itu dalam
pandangan Imam Ibnu Mandzur dalam Lisanul Arab, makna kata Sya’ban adalah dari
lafadz ‘Sya’aba’ atau berarti ‘dhahara’ (tampak) diantara dua bulan
mulia, yaitu Rajab dan Ramadhan. Sedangkan Menurut As-Sayyid Muhammad bin Alawi
Al Malikiy dalam kitab beliau ‘Madza fi Sya’ban’, dalam bulan Sya’ban
ini ada kejadian-kejadian besar yang berkaitan erat dengan perjalanan hidup
umat.
Diantara kejadian-kejadian
tersebut yaitu tepatnya pada bulan Sya’ban, Allah berkenan untuk merubah arah
kiblat umat Islam dari Masjidil Aqsho ke arah Masjidil Haram, yang sebelumnya
tatkala umat Islam berada di Kota Madinah, jika melakukan shalat kiblatnya
mengarah ke arah Baitul Maqdis. Apa yang mereka lakukan ini menjadi bahan
cemoan orang-orang Yahudi di Kota Madinah. Mereka mengatakan, katanya Muhammad
membawa risalah dan agama baru yang lengkap. Tapi ternyata kiblat mereka masih
menggunakan kiblatnya orang Yahudi, yaitu Baitul Maqdis.
Ucapan tersebut, bagi
sebagian umat Islam yang baru masuk Islam dan sangat tipis imannya, sudah lebih
dari cukup untuk memurtadkan mereka kembali. Sehingga kondisi ini menjadi
pemikiran yang sangat mendalam bagi Nabi SAW. Karena itu, Nabi selalu berdoa
dan sering melihat keatas berharap ada firman Allah, yang memberi solusi
masalah ini. Kemudian tepatnya pada 15 Sya’ban, Allah berkenan memindah kiblat
umat Islam menuju Masjidil Harom.
Kita mengetahui secara bersama bahwa Bbulan
Sya’ban Berada di antara dua bulan penting yang sangat di perhatikan umat
muslim yakni antara bulan Rajab dan Juga Bulan Ramadhan, Sehingga Rasulullah
mengatakan bahwasanya bulan Sya’ban ini merupakan bulan yang sering di lupakan
oleh umat manusia. Hal ini sesuai dengan hadist baginda nabi berbunyi : “Wahai Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, aku tidak pernah melihat engkau berpuasa dalam satu bulan
sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban?” Beliau bersabda: “Itulah bulan
yang manusia lalai darinya; -dia bulan yang berada- di antara bulan Rajab dan
Ramadlan, yaitu bulan yang disana berisikan berbagai amal, perbuatan diangkat
kepada Rabb semesta alam, aku senang amalku diangkat ketika aku sedang
berpuasa.” (HR. Nasai 2317)
Dalam kesempatan
yang lain juga di sebutkan bahwa Aisyah RA menuturkan: "Aku tidak
pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa selama sebulan penuh kecuali
pada bulan Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat beliau banyak melakukan puasa
di luar Ramadhan kecuali pada bulan Sya'ban." (HR Muttafaq 'alaih)
Berdasarkan
pernyataan diatas tersebut menunjukkan bahwa bulan Sya'ban merupakan bulan
"pemanasan puasa" menuju bulan Ramadhan. Ibadah Puasa merupakan sebagai
amalan yang sangat dianjurkan dilakukan, di bulan Sya'ban, dan ini ibarat “training
center” yang merupakan latihan persiapan yang diharapkan dapat memantapkan
kualitas puasa Ramadhan. Kita kalau menamsilkan bahwa seandainya diibaratkan
bercocok tanam, Sya'ban itu bulan menyemai benih, mulai merawat pertumbuhan
"tanaman kebaikan", sedangkan Ramadhan merupakan bulan memanen. Interpretasinya
, kita tidak mungkin dapat memanen kebaikan kalau tidak pernah menanam dan
merawat tanaman itu
0 Response to "Bulan Syakban (I): Syakban Dalam Lintasan sejarah"
Post a Comment