Bulan Rajab (VIII): Hukum Shalat Raghaib, Bid'ahkah?
Salah satu ibadah dalam
bulan Rajab yang masih menjadi kontroversi yaitu Shalat Raghaib.
Shalat ini
pelaksanaannya pada malam jumat minggu pertama Rajab waktunya antara shalat
maghrib dan shalat Isya. Bilangan
rakaatnya sebanyak 12 rakaat. Tiap dua rakaat dipisah dengan salam. Bacaan yang dianjurkan dibaca setiap rakaat
ialah surah al-Fatihah tiga kali dan al-Ikhlas 12 kali. Hemat penulis ada yang
kontra dan pro tentang shalat Raghaib ini,
Ulama
Melarang Shalat Raghaib
Tidak
sedikit diantara para ulama yang melarang dan membid’ahkan shalat Raghaib, pertama, Imam An-Nawawi. Dalam pandangan Imam Nawawi beliau
menyebutkan komentarnya tentang Shalat sunat Raghaib dan nisfu Rajab dalam
kitabnya sebagai bid’ahdan mungkar dengan ungkapan beliau:”…shalat ragha`ib,
yaitu 12 raka’at dilakukan antara maghrib dan isya’ malam Jum’at pertama di
bulan Rajab. Dan shalat malam nishfu sya’ban adalah 100 raka’at. Dua jenis
shalat itu (shalat ragha`ib dan shalat malam nishfu sya’ban) adalah bid’ah dan
munkar,…”.(Kitab Al-Majmu’, Imam Nawawi:IV:56).
Kedua, Imam Ramli,
sosok Imam Ramli pernah ditanyakan dalam masa hidupnya tentang status hadist
shalat Raghaib, beliau menjawabnya dengan redaksi :”Bahwasanya shalat khusus yang
ditentukan pada bulan Rajab itu tidak shahih. Dan hadits-haditsnya yang
diriwayatkan mengenai shalat ragha`ib pada awal Jum’at di bulan Rajab itu
adalah dusta lagi bathil. (Imam
Ramli, Fatawa hal 15).
Ketiga Syekh Sayyid Bakri syatta, di sebutkan dalam kitab Ianah
Ath-Thalibin bahwa Shalat Raghaib termasuk bid'ah
qabihah dan dilarang melakukannya .(Kitab ‘Ianah At-thailibin: I: 270).
Ulama Membolehkan Shalat
Raghaib
Ada juga para ulama yang
membolehkan shalat Raghaib itu dan tentunya merekapun mempunyai dalil dan
pijakan masing-masing. Tidak sedikit juga ulama yang tidak menganggapnya shalat
Raghaib sebagai ibadah terlarang, diantara mereka yang membolehkannya seperti Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Jailani dalam
kitab “Al-Ghunyah Lithalibi Thariq Al-Haq:. juga Imam Al-Ghazali
dalam karya yang monumental bernama “Ihya Ulumuddin” dan beberapa kitab
lainnya.membolehkannya. sementara itu dalam kitab Tabyin Al-‘Ajab
Bima Warada Fi Fadhli Rajab karya Ibnu Hajar Al-Asqalan, beliau
mneybutkannya, :” Rajab bulan Allah dan Sya’ban bulanku serta
Ramadhon bulan umatku. Tidak ada seorang berpuasa pada hari Kamis, yaitu awal
Kamis dalam bulan Rajab, kemudian shalat diantara Maghrib dan ‘Atamah (Isya)
-yaitu malam Jum’at- (sebanyak) dua belas raka’at. Pada setiap raka’at membaca
surat Al Fatihah sekali dan surat Al Qadr tiga kali, serta surat Al Ikhlas
duabelas kali. Shalat ini dipisah-pisah setiap dua raka’at dengan salam. Jika
telah selesai dari shalat tersebut, maka ia bershalawat kepadaku tujuh puluh
kali, kemudian mengatakan “Allahhumma shalli ‘ala Muhammadin Nabiyil umiyi wa
alihi, kemudian sujud, lalu menyatakan dalam sujudnya “Subuhun qudusun Rabbul
malaikati wa ar ruh” tujuh puluh kali, lalu mengangkat kepalanya dan
mengucapkan “Rabbighfirli warham wa tajaawaz amma ta’lam, inaka antal ‘Azizul
a’zham” tujuh puluh kali, kemudian sujud kedua dan mengucapkan seperti ucapan
pada sujud yang pertama. Lalu memohon kepada Allah hajatnya, maka hajatnya akan
dikabulkan. Rasululloh bersabda,”Demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, tidak
ada seorang hamba lali-laki atau perempuan yang melakukan shalat ini, kecuali
akan Allah ampuni seluruh dosanya, walaupun seperti buih lautan dan sejumlah
daun pepohonan, serta bisa memberi syafa’at pada hari kiamat kepada tujuh ratus
keluarganya. Jika berada pada malam pertama, di kuburnya akan datang pahala
shalat ini. Ia menemuinya dengan wajah yang berseri dan lisan yang indah, lalu
menyatakan: ‘Kekasihku, berbahagialah! Kamu telah selamat dari kesulitan
besar’. Lalu (orang yang melakukan shalat ini) berkata: ‘Siapa kamu? Sungguh
demi Allah aku belum pernah melihat wajah seindah wajahmu, dan tidak pernah
mendengar perkataan seindah perkataanmu, serta tidak pernah mencium bau
wewangian, sewangi bau wangi kamu’. Lalu ia berkata: ‘Wahai, kekasihku! Aku
adalah pahala shalat yang telah kamu lakukan pada malam itu, pada bulan itu.
Malam ini aku datang untuk menunaikan hakmu, menemani kesendirianmu dan
menghilangkan darimu perasaan asing. Jika ditiup sangkakala, maka aku akan
menaungimu di tanah lapang kiamat. Maka berbahagialah, karena kamu tidak akan
kehilangan kebaikan dari maulamu (Allah) selama-lamanya’.” [kitab Tabyin Al-‘Ajab Bima Warada Fi Fadhli
Rajab, Ibnu Hajar Al-Asqalani: 34-36 )
Beranjak dari penjelasan diatas Shalat
Raghaib hukumnya khilaf. Hemat al-fakir (penulis) yang masih sangat
terbatas ilmunya dapat menyimpulkan bahwa shalat Raghaib hukumnya dapat
diklasifikasi kepada beberapa kesimpulan, pertama haram karena
tergolong bid’ah qabihah menurut para ulama sebagaimana pendapat Imam
Ramli, Imam Nawawi dan lainnya. Kedua boleh sesuai dengan
pendapat Ibnu Hajar Asqalani, Syekh Abdul Qadir dan ulama yang sependapat
dengan mereka. Juga berdasarkan hikayah dari al- Kurdy tentang
khilafiyah status hadits shalat raghaib, dengan demikian status fasid atas
qaul al-Ghazali juga bisa ditinjau ulang dan menjadi khilafiyah, secara
tersirat didukung pula oleh Ibnu Shalah (557-643 H).
Ibnu
Shalah yang merupakan seorang muhadits kenamaan
dan pengarang Muqaddimah Ibnu Shalah dan kitabnya hingga kini
masih banyak dikaji, meski dalam banyak fatwanya menganggapnya sebagai bid’ah
tapi belakangan beliau memperbolehkannya, walaupun hal ini sangat ditentang
keras oleh Syekh ‘Izzzudin (Pengarang Qawa’idul Ahkam) yang lantas
mengarang kitab At Targhib ‘an Shalat
Raghaib Al Maudu’ah, pentas “perang ilmiah”pun berlanjut dimana Ibnu Shalah
membalasnya dengan menulis kitab Ar Radd ‘ala Targhib, “pertarungan” dua
ulama ini semakin sengit, dimana Syekh Izzudin pun menjawab tantangan Ibnu
Shalah dengan menulis kitab Tafnid Radd.
Ketiga boleh dengan metode menjalankan shalat sunah mutlak ataupun
shalat sunah lainnya. (Kitab Asy-Syarqawi:I:309)
0 Response to "Bulan Rajab (VIII): Hukum Shalat Raghaib, Bid'ahkah?"
Post a Comment