Keangungan Mazhab Imam Syafi'i (III)
Sebagaimana yang penulis sebutkan sebelumnya, bahwa pengertian mazhab dalam istilah syari’at Islam berarti
fatwa-fatwa atau pendapat seorang imam mujtahid.[1] Berdasarkan definisi tersebut, maka mazhab Syāfi’i adalah
fatwa-fatwa Muhammad ibn Idris dan sahabat-sahabatnya. Imam Syāfi’i
adalah seorang sufi dan ulama besar yang Mazhabnya banyak dianut oleh orang
Islam, banyak keistimewaan dan kelebihan yang dimiliki oleh Imam Syāfi’i.Pada
usia remaja, di samping ia sudah menguasai ilmu-ilmu karena rajin belajar, ia
juga rajin menulis, karena tidak ada alat tulis, maka karyanya itu ditulis di
tulang-tulang unta, kulit kamibng dan sebagainya, sehingga kamarnya penuh
dengan tulang onta dan kulit kamibng itu membuat ia susah untuk beristirahat,
lalu ia menghafal semua karya-karyanya lalu membakar semua tulang dan kulit
ibnatang tersebut. Hal ini memudahkan ia untuk
berpergian ke mana-mana tanpa harus membawa karya-karya tulis yang banyak.[2]
Mengungkap
kisah keistimewaan Imam Syāfi’i, pada suatu hari salah seorang syekh
pernah bertemu dengan Rasulullah dan bertanya kepada Rasulullah: “Wahai
Rasulullah, sebuah hadits telah sampai kepadaku bahwa di bumi ini Tuhan
memiliki wali-wali dengan berbagai tingkatan”. Rasulullah
bersabda dan menjawab pertanyaan Syekh tersebut dengan berkata:
“Muhammad ibn Idris adalah salah seorang di antara mereka.”[3] Setelah
Imam Syāfi’i memiliki cita-cita, kemauan, kecerdasan dan ilmu yang
sangat tinggi dan pemahaman yang begitu dalam dan tajam, timbullah inspirasinya
untuk berfatwa sendiri mengeluarkan hukum-hukum dari Al-qur`an dan hadits
sesuai dengan ijtihadnya sendiri, terlepas dari fatwa-fatwa gurunya imam Malik
dan ulama-ulama Hanafī di Iraq. Hal ini terjadi pada tahun 198 H.
yaitu sesudah Imam Syāfi’i berusia 47 tahun dan setelah
melalui masa belajar lebih kurang 40 tahun.[4]
Imam Syāfi’i
telah menghafal Al-qur`an 30 juz sejak ia berusia tujuh tahun dan
menghafal berpuluh ribu hadits di luar kepala dan juga telah mendalami tafsir
dari ayat Al-qur`an dan makna hadis-hadis serta pendapat-pendapat ulama
yang terdahulu. Pada usia sepuluh tahun ia sudah menguasai ilmu fiqh, ushūl
fiqh dan lain-lain, dan pada masa itu pula belian dapat menghafal kitab Muwattha`
karangan Imam Malik. [5] Imam
Syāfi’i berfatwa dengan lisan menurut ijtihadnya (pendapat) dan
juga mengarang kitab-kitab yang berisikan pendapatnya itu.[6]
Pemikiran dan Karangan Imam Syafi’i
Sebagai seorang ulama dan sekaligus seorang sufi yang pada
awal karirnya enggan belajar ilmu tashawwuf, ada beberapa pokok-pokok
pikiran yang dikembangkan oleh Imam Syāfi’i
diantaranya: pertama, Menurut Imam Syāfi’i
waktu adalah pedang, dan perhiasan yang paling indah dipakai oleh para ilmuwan
adalah qana’ah, faqr dan ridha. Kedua, Menurut Imam Syāfi’i keadaannya adalah sebagaimana orang yang sedang diminta
pertanggung jawaban tentang delapan masalah, antara lain:Allah SWT dengan
Al-qur`an. Nabi Muhammad SAW dengan sunnahnya.Malaikat penghafal dengan yang
dihafalnya, setan dengan kemaksiatannya. Waktu dengan penggunaannya dan anak-anak
dengan makanannya serta malaikat maut dengan rohnya.[7]
Imam Syāfi’i
juga sebagai ulama dan seorang sufi yang pandai dan kreatif, banyak
karya-karyanya yang diwarisi oleh para pengikutnya, diantaranya adalah:
a.
Al-Ummar
Risalah
b.
Al-Wasaya
al-Kabirah
c.
Jami’ah
Misan al-Kabir
d.
Jami’
al-Shaghir.[8]
Mazhab Syāfi’i
ini mulanya tumbuh di Iraq dan Mesir, kemudian tersiar luas di Iraq, Mesir,
Khurasan, Yaman, Oman, Sudan, Somali, Syiria, Palestina, Philipina dan lain-lain.[9] Diantara semua aliran mazhab yang
pernah muncul dalam Islam, hanya empat mazhab yang telah disepakati
kesahihannya oleh manyoritas umat Islam, bahkan menurut Tajul Alam Safiyatuddin
Syah (Raja Aceh berkuasa dari tahun 1641 M. sampai 1675 M).[10] Imam Syāfi’i
mengutarakan dalam karyanya, Risālah Masāil al-Muhtadīn Lī al-Ikhwan al-
Muhtadīn yang sangat populer pada madrasah ibtidaiyah di Tanah Rincong
(Aceh) yaitu: Termasuk salah satu fardhu
dan kesempurnaan iman mengikut ijma’ segala sahabat yang empat dan imam
yang empat yaitu: imam Syāfi’i, imam Hanafi, imam Malik dan
imam Hambali.[11]
Di sebutkan dalam sejarah perjalanan, mazhab Syāfi’i telah
melalui beberapa periode. Pertama, periode persiapan dan pembentukan. Kedua,
masa kelahiran mazhab Qadīm. Ketiga, pematangan dan penyempurnaan
mazhab Qadīm. Keempat, penafsiran dan pengembangan mazhab. Kelima,
kemapanan mazhab.[12]Boleh dikatakan
bahwa bangsa Indonesia adalah penganut mazhab Syāfi’i dengan jumlah
kapasitas yang sangat besar.[13]Mazhab Syāfi’i
adalah sebuah Mazhab yang didirikan oleh Muhammad ibn
Idris al-Syāfi’ī (ulama
abad ke dua Hijriah). Dalam mazhabnya memiliki
dua pendapat yang berbeda, pendapat ia yang lama yaitu ketika ia
berdomisili di Irak, disebut Qaul Qadīm, dan ada pula pendapat ia yang baru setelah
kepindahan ia ke Mesir, disebut Qaul Jadīd, selain itu di antara ulama mazhab Syāfi’i juga terdapat perbedaan pendapat dalam memecahkan ranting fiqh.[14]
[1] Siradjudin Abbas, Sejarah Dan Keagungan Madzhab Syāfi’ī..., h. 70.
[2] Labib MZ-Drs.
Farid Abdullah, Kisah Kehidupan Para Sufi Terkemuka…, h. 24.
[3] Labib MZ-Drs.
Farid Abdullah, Kisah Kehidupan Para Sufi Terkemuka…, h. 24-25.
[4] Siradjudin Abbas, Sejarah Dan Keagungan Madzhab Syāfi’ī..., h. 42.
[6] Siradjudin Abbas, Sejarah Dan Keagungan Madzhab Syāfi’ī..., h. 42.
[7] Labib MZ-Drs. Farid Abdullah, Kisah Kehidupan Para Sufi
Terkemuka…, h. 25.
[9] Siradjudin Abbas, Sejarah Dan Keagungan Madzhab Syāfi’ī..., h. 70.
[10] Siradjudin Abbas, Sejarah Dan Keagungan Madzhab Syāfi’ī..., h. 237.
[11] Tajul Alam Safiyatuddin Syah, Risālah Masāil al Muhtadīn Li-Ikhwan al-Muhtadīn,
(Medan: sumber Ilmu Jaya, t.t), h. 9.
0 Response to "Keangungan Mazhab Imam Syafi'i (III)"
Post a Comment