Hukum Golput Haramkah?
Pemilihan untuk menentukan pemimpin baik
sebagai bupati, gubernur dan lainnya maupun pemilihan anggota legislative. Sementara itu negara kita saat ini menganut sistem
pemilihan langsung. Tujuan pemilihan ini menciptakan kemaslahatan kepada umat
dengan lahirnya bupati,gubernur atau lainnya termasuk dewan legislatif. Lahirnya
kemashlahatan itu menjadi tujuan utama
dan tidak harus di ikuti oleh semua elemen masyarakat (setiap individu). Hal yang
terpenting lahirnya “hasil maqasid (tercapai tujuan)” sebagai sebuah kewajiban.
Tentu saja tanpa memandang kepada pelakunya.
Melihat fenomena ini hukum memilih
pemimpin merupakan wajib, namun wajib disini bukan wajib ain, tetapi wajib
kifayah sebab intinya hasil maksud. Dalam kitab Lubuul ushul di sebutkan bahwa fardhu
kifayah itu tujuan utamanya tercapai
hasil akhir tanpa melihat pelakunya (kitab Lubuul Ushul: 26)
Esensi Golput dan Hukumnya
Golongan putih atau tidak memilih itu banyak faktor,
tidak sembarang tidak memilih kita golongan kepada golongan putih (golput)
haram hukumnya. Ada beberapa faktor lahirnya golput, dalam pandangan Andi
Trinanda menyebutkan ada dua faktor lahirnya golput, pertama, golput karena
subyektif problem. Problem ini merupakan faktor krusial mengapa akhirnya
masyarakat menjadi golput. Subyektif problem ini terjadi karena secara teknis,
politis dan ideologis masyarakat akhirnya tidak mau memilih. Golput teknis
terjadi karena pemilih terkendala secara teknis seperti keliru menandai surat
suara atau tidak hadir ke TPS. Golput karena faktor politis, yaitu merasa tidak
punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tidak percaya bahwa pemilu akan
membawa perubahan dan perbaikan. Sedangkan golput ideologis terjadi karena
tidak percaya pada mekanisme demokrasi (liberal) dan adanya beberapa segolongan
umat Islam yang mengharamkan demokrasi dan sekaligus mengharamkan pemilu dengan
logika bahwa pemilu adalah sebagai bagian atau instrumen dari sistem demokrasi
yang dibidani oleh mereka yang berfaham liberal.
Kedua, golput karena
faktor obyektif problem. Kondisi ini terjadi karena pemilih tidak terdaftar
dalam DPT akibat buruknya sistem administrasi kependudukan.Untuk beberapa kasus di Indonesia faktor ini
terjadi karena kondisi kondisi geografis akibat jauhnya lokasi atau jarak
pemilih ke TPS. (Andi Trinanda, 2014).
Sementara itu mereka yang tidak memilih
dan sering diidentikkan dengan golongan putih (golput) dan berdasarkan
penjelasan diatas, golput faktor objektif ini menjadi di sebabkan faktor karena
ketidak sengajaaan dan ini bukan dalam kajian kita, golput yang kita maksudkan
disini mereka yang mempunyai kesempatan untuk memilih atau lebih kepada
subjektifnya, hemat penulis hukum terhadap golongan putih (golput) ini dapat di
kriteriakan kepada beberapa hukum menurut beberapa kajian ulama:
Pertama, apabila
menjadi golput meyakini atau mempunyai dugaan bahwa maqasid diatas tercapai
ataupun tidak, terbagi kepada dua hukum, pertama, haram, apabila kita meyakini atau mempunyai dugaan kuat bahwa
dengan tidak memilih (golput), cita-cita seperti di sebutkan atas tidak
terwujud dan tercapai. Kedua, tidak haram, apabila kita meyakini atau
dhan (berprasangka) maqashid atau cita-cita tetap tercapai dan terlaksana
biarpun kita tidak memilih (golput), begitu juga tanpa kita memilih (golput)
hasilnya sama baik tidak sukses atau sukses.
Kedua, Sedangkan kita
merasa tidak yakin (ragu-ragu) terhadap golput, terdapat dua pendapat terhadap tidak
mremilih (golput): pertama, haram, dengan mengacu bahwa “tuntutan”
terhadap fardu kifayah, asalnya di tetapkan pada setiap individu dan akan gugur
apabila setelah ada keyakinan atau dhan bahwa kewajiban tersebut sudah berhasil
tanpa kita yang memilih maka dalam keadaan ragu seperti masih wajib untuk
memilih. Kedua, tidak haram, hal ini didasarkan kepada pendapat bahwa
fardhu kifayah itu di bebankan “khitab” (tuntutan) kepada bukan setiap individu,
namun kepada sebagian orang atau kelompok yang tidak tertentu. Berati kalau masih
ragu dan keyakinan atau dhan tidak tercapai berarti belum menjadi wajib.
Semoga ini menjadi renungan terlebih
dengan kefakiran penulis terhadap kapasitas ilmunya,yang benar datangnya dari
Allah dan kesalahan dan kekeliruan dari al-fakir (penulis) sendiri.
Wallahu ‘Allam Bishawab
0 Response to "Hukum Golput Haramkah?"
Post a Comment