Tafsir Ayat Ahkam (V): Niat dan Membasuh Muka
A. Niat Wudhu
Para
jumhur ulama mengharuskan niat pada wudhu’, berdasarkan:
1. Sabda rasulullah SAW: (إنما
الأعمال بتانيات) “sesungguhnya segala perbuatan harus disertai dengan niat”.
2.
Kata Bukhari:
Termasuk di dalamnya iman, wudhu’, shalat, zakat, haji, puasa, dan hukum-hukum
yang lain, dan Allah berfirman: (قل كل يعمل عاى
شاكلته) “Katakanlah semuanya bekerja sesuai karakternya”, yakni
berdasarkan niatnya.
3.
Dan sabda nabi
SAW: “akan tetapi jihad dan niat”,
Pendapat sebagaian ulama tentang niatwudhu:
a.
Tidaak
perlu niat
lalu
sebagian Syafi’i berkata: Tidak perlu niat, ini adalah pendapat Hanafiyah,
mengatakan: Tidak wajib hukumnya niat kecuali pada amalan fardu yang
dimaksudkan dan janganlah menjadikan syarat untuk selainnya, adapun yang
menjadi syarat untuk shahnya amalan tertentu maka tidak diwajibkan niat padanya
yang setara dengan amalan yang diperintahkan itu kecuali ada dalil yang
menyertainya. Sedangkan thaharah itu syarat, maka orang yang tidak wajib shalat
tidak dikenakan fardu thaharah, seperti orang haid dan nifas.
b. Niat Wudhu Wajib
Para kebanyakan Ulama Maliki dan Syafi’i berargumen dengan firman
Allah SWT: (إذا قمتم إلى الصلاة فاغسلوا وجوهكم)
“Apabila kamu bangun hendak mengerjakan
shalat, maka basulah mukamu”, maka ketika Allah mewajibkan membasuh
maka adalah niat telah menjadi syarat pada shahnya perbuatan itu, karena fardu
dari sisi Allah haruslah menjadi wajib pada amalan yang diperintahkan Allah
dengannya.
Alasan menolak
tidak wajib niat:
1.
Maka jika
dikatakan: Bahwa niat tidak diwajibkan atasnya maka tidak wajib kepada yang
dimaksudkannya yaitu mengengerjakan perintah Allah, dan sebagaimana diketahui
bahwa orang yang mandi sambil menahan dingin atau hal lain, ia berniat
melaksanakan kewajiban. Benarlah hadits: Bahwasanya wudhu itu menghapuskan
dosa, jika itu bisa dilakukan tanpa niat maka tidak akan menjadi penghapus, dan
Allah berfirman: (وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له
الدين) “Dan tidaklah diperintahkan kamu kecuali untuk menyembah Allah
ikhlas dalam menjalankan agama-Nya” .
B. Membasuh Muka
Allah berfirman: (الصلاة فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ) “hendak mengerjakan shalat, maka basulah mukamu”, Allah SWT menyebutkan empat anggota wudhu’: Wajib membasuh muka, demikia juga membasuh kedua tangan, wajib menyapu kepala menurut kesepakatan, dan ulama berbeda dalam kasus kedua kaki, penjelasannya menyusul. Allah SWT tidak menyebutkan selain yang empat ini menunjukkan bahwa selain dari pada itu adalah bagian dari adab dan sunnah-sunnah.
1. Pengertian Muka
Muka (wajah) menurut bahasa dari kata “al-muawajahah” (bertatap muka), yaitu bagian dari badan yang mempunyai anggota-anggota tertentu, memiliki panjang dan lebar. Kemudian khusus untuk muka (wajah) mempunyai hukum-hukum, sebagai berikut:
a. Ukuran panjang: Dari permukaan dahi sampai kepada ujung dagu, dan lebarnya dari telinga sampai ke telingan yang lain, ini bagi yang tidak memiliki berjenggot (klimis).
b. Bagi yang berjenggot: Jika dagu ditumbuhi oleh bulu-bulu, maka tidak terlepas dari hukum tipis atau lebat, kalau dagu ditumbuhi rambut-rambut tipis, maka harus menyampaikan air kepada kulit dagu.
c. Jika jenggot tebal, maka hukumnya menjadi hukum rambut kepala dan harus diusap-usap jenggot. Kata Ibn Abdelhakam: Mengusap-usap jenggot wajib pada wudhu’ dan mandi. Kata Abu Umar: Diriwayatkan dari nabi SAW bahwasanya Beliau mengusap-usap jenggotnya dalam wudhu dari bagian muka semuanya secara lembut.
Sedangkan Ibn Khoweiz membantah dan mengatakan: Bahwa ahli fiqhi sepakat bahwa mengusap-usap jenggot bukanlah wajib dalam wudhu, kecuali sedikit, diriwayatkan dari Sa’id bin Jabier, mengatakan: Apa alasan orang mengusap jenggotnya sebelum tumbuh, karena apabila sudah tumbuh dia tidak mengusapnya, dan apa alasan orang yang tidak berjenggot membasuh dagunya sedangkan tidak membasuhnya bagi orang yang mempunyai jenggot?
Kata at-Thahawi: Tayyammum wajib menyapu kulit sebelum ditumbuhi bulu pada muka kemudian selanjutnya hukum itu gugur pada semuanya. Demikian juga wudhu. Kata Abu Umar: Siapa yang menjadikan membasuh jenggot semuanya wajib ia menjadikannya bagian dari muka, karena muka berasal dari kata “al-muwajahah”, sedangkan Allah memerintahkan membasuh muka secara mutlak tidak mengkhususkan orang yang mempunyai jenggot dari yang klimis: Maka wajib membasuhnya dengan dalil al-Qur’an karena jenggot itu menggantikan dari kulit muka.
Al-Qurthubi mengomentari pada kasus ini ada beberapa pendapat,
1. Hadits diriwayatka dari nabi SAW bahwa Beliau membasuh jenggotnya maka terjadi beberapa spekulasi, Ibn al-Munzir menceritakan dari Ishaq bahwa orang yang meninggalkan mengusap-usap jenggotnya dengan sengaja maka harus diulang, dan diriwayatkan oleh Tirmizi dari Utsman bin Affan bahwasaya nabi SAW selalu mengusap-usap jenggotnya.
2. Abu Umar berkata: Bagi yang tidak mewajibkan membasuh bagian jenggot maka ia menganggap bahwa asli perintah membasuh kulit, maka wajib membasuh apa yang nampak pada permukaan kulit, dan apa yang ada dibawah jenggot tidak perlu dibasuhnya, dan membasuh permukaan jenggot sebagai ganti dari padanya.
Referensi
1.
Mohamed bin
Ahmed al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Darul Fikr.
2.
At-Tafsirul
Munir fil-Aqidati was-Syari’ati wal-Manhaji, Aisarut Tafasir li Kalamil ‘Aliyil
Kabir
3.
Asbabun Nuzul, al-Wahidi,
Halaman: 87-88
4. At-Tafsir wal-Mofassirun, adz-Dzahabi
(1/ 156);
5. Tafasir Ayat al-Ahkam wa Manahijuha,
al-Abid (1/ 26);
6.
Ayat
al-Ahkam fil-Mughni (Disertasi), al-Fadhil (1/ 10) dan sesudahnya.
7.
Hadits
diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab “Azan”, bab “Azan lil-Musafir”... No.
605.
8.
Tafsirut
Tabi’in, al-Khadhiri, (2/ 665)
9.
Tafsir
al-Khamsumiati Ayat fil-Qur’an, Moqatel bin Sulaiman, Halaman: (66 -68)
10.
Direkap
oleh Ibn an-Nadim di dalam Fahrasnya, Halaman: 57; dan ad-Daudi, Thabaqatul
Mufassirin, (2/ 362).
11.
Al-Burhan,
az-Zarkasyi, (2/ 3); Ahkamul Qur’an, al-Baihaqi, (1/ 20); dan telah dinukil
oleh al-Jasshash dalam Ahkamul Qur’an, (3/ 351).
12. Ahkamul
Qur’an, Mukaddimah Ilkiya al-Harrasi, (1/ 2),
0 Response to "Tafsir Ayat Ahkam (V): Niat dan Membasuh Muka"
Post a Comment