Tafsir Ayat Ahkam (III): Shalat Wustha
A.
Shalat Wustha
1.
Tafsir Ayat Shalat: Kewajiban Menjaga Shalat
Lima Waktu
Allah berfirman:
حَافِظُوا عَلَى
الصَّلَوَاتِ
Artinya: “peliharalah semua shalat(mu)”
Suatu perintah
kepada segenap umat Islam, ayat ini memerintahkan agar memelihara semua shalat
yang lima waktu : (Maghrib, Isya, Subhu, Dzuhur dan ‘Ashar). yaitu tepat pada
waktu-waktu yang telah ditentukannya dan memenuhi segala syarat-syaratnya.
2.
Definisi Shalat
Wusthaa:
Allah berfirman:
وَالصَّلاةِ
الْوُسْطَى
Artinya: “dan (peliharalah) shalat wusthaa”
Kalimat
(الوسطى)
adalah feminim dari (الأوسط), yaitu: “Yang di tengah-tengah”, maka
yang berada di tengah-tengah sesuatu itu adalah bagian yang terbaik dan
tercantiknya, seperti dalam firman Allah: “dan Kami jadikan kamu umat yang di
tengah-tengah (yang terbaik)” (QS: Al-Baqarah: 143).
Allah
menyebutkan shalat wusthaa secara terpisah setelah sebelumnya menyebutkannya
secara keseluruhan bersama shalat-shalat yang lain, sebagai kemuliaan khusus
baginya, seperti dalam contoh pada firman Allah: “Ketika Kami mengambil dari
para nabi sumpah-sumpah mereka dan dari kamu (Muhammad) serta dari Nuh” (QS:
Al-Ahzab: 7), dan contoh lain dari firman Allah: “Di dalamnya terdapat
buah-buahan dan kurma serta delima” (QS: Ar-Rahman: 68).
3.
Pendapat Ulama Tafsir Tentang Shalat Wustha
Imam al-Qurthubi
merangkumnya menjadi 10 pendapat, sebagai berikut:
1.
Shalat Wusthaa
adalah Dzuhur, karena berada di tengah-tengah siang dari dua tinjauan:
1.
Bahwasanya
siang merupakan pertama setelah fajar,
2.
Bahwa
dimulai dari Dzuhur karena merupakan shalat yang pertama dikerjakan dalam
Islam.
Tokoh-tokoh
pendapat ini adalah: Zaid bin Tsabit, Sa’id al-Khuderi, Abdullah bin Umar dan
Aisyah ra.
Dalil
yang menyokong pendapat ini adalah :
1) Perkataan Aisyah dan Hafshah ketika kedua
isteri nabi tersebut menulis: “Peliharalah semua shalat (mu) dan shalat Wusthaa
serta shalat ‘Ashr”.
2) Dan
dalil lain mengatakan: Shalat Dzuhur diapit oleh sebelumnya dua shalat dan
sesudahnya dua shalat juga, lalu Imam Malik meriwayatkan dalam kitab
Muwatta’-nya dan juga Abu Daud at-Thayalisi dalam Musnadnya dari Zaid bin Tsabit
berkata: “Shalat Wusthaa adalah shalat Dzuhur” ….
2.
Shalat Wusthaa
adalah shalat ‘Ashr, karena diapit sebelumnya dua shalat siang dan sesudahnya
dua shalat malam.
Tokoh-tokoh
pendapat ini adalah: Ali bin Abu Thalib, Ibn Abbas, Ibn Umar, Abu Hurairah dan
Abu Sa’id al-Khuderi.
Pendapat
ini dipilih oleh Abu Hanifah dan pengikutnya, Syafi’i dan mayoritas ahli atsar.
Diikuti pula Abdelmalek bin Habib, dikuatkan Ibn al-Arabi dalam kitab Qabasnya
dan Ibn ‘Athiyah dalam tafsirnya, mengatakan: Bahwa pendapat ini dikatakan oleh
jumhur ulama dan saya juga termasuk di dalamnya, mereka mendasarkan pendapat
ini dari hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan selainya
Dalilnya :
1)
hadits Ibn
Mas’ud mengatakan: “Rasulullah SAW bersabda: “Shalat Wusthaa adalah shalat
‘Ashr” . Lanjut Ibn ‘Athiyah: Kami telah menjelaskan lebih detail dari kitab
Qabas, syarah Muwattha’ Malik bin Anas.
3.
Shalat Wusthaa
adalah shalat Maghrib
Pendapat
ini diperkuat oleh Qabishah bin Abu Dzaaib dan kelompoknya.
Dalilnya:
1)
bahwa shalat
Maghrib berada di tengah-tengah pada jumlah rakaatnya, tidak lebih sedikit dan
tidak lebih banyak serta tidak di qashar dalam perjalanan.
2)
Dan juga
rasulullah SAW tidak mendahulukan pada waktunya dan tidak menundanya, Maghrib
juga diapit oleh dua shalat jahr dan dua
shalat sirr. Kemudian tokoh pendapat ini menukil hadits dari Aisyah ra dari
nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya seafdhal-afdhalnya shalat adalah shalat
Maghreb…”
4.
Shalat Wusthaa
adalah shalat Isya, karena berada di antara dua shalat yang tidak di qashar, ia
juga datang pada waktu tidur dan disunatkan mengakhirkannya karena sulit
mengerjakannya, oleh karena itu ditegaskan dalam ayat agar memeliharanya.
5.
Shalat Wusthaa
adalah shalat Subhu, karena diapit sebelumnya dua shalat malam yang di
jahar-kan dan sesudahnya dua shalat siang yang di sirr-kan, lalu ketika
waktunya juga sudah masuk orang-orang masih tidur. Mengerjakannya sulit pada
musim dingin karena menggigil, dan sulit juga mengerjakannya di musim panas
karena waktu malam lebih singkat. Tokoh-tokoh yang mengatakan pendapat ini,
yaitu: Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin Abbas, dituliskan di dalam kitab
Muwattha’ sebagai ulasan, dan dikeluarkan juga oleh at-Tirmizi dari Ibn Umar
dan Ibn Abbas sebagai komentar . Pendapat ini juga diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah,
yaitu pendapat Malik dan pengikutnya juga, sebagaimana imam Syafi’i juga
condong pada pendapat ini seperti diungkapkan darinya oleh al-Qusyairi, namun
mentarjih pendapat Ali yang mengatakan shalat ‘Ashr.
Dalil
yang diusung pendapat ini adalah :
1)
Firman
Allah: “Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'”, menyetir makna
ayat, yaitu tidak ada shalat wajib yang disertakan qunut selain shalat shubuh.
2)
Abu Rajaa
mengatakan: Bahwa pernah Ibn Abbas meng-imami kami shalat shubuh di Bashrah
maka ia qunut sebelum ruku’ sambil mengangkat kedua tangannya. Setelah selesai
shalat Ibn Abbas berkata: Inilah shalat wusthaa yang telah diperintahkan Allah
SWT untuk dikerjakan bersama qunut. Anas juga berkata: Bahwa rasulullah SAW
qunut pada shalat shubuh sebelum ruku’...
6.
Shalat wusthaa
adalah shalat jum’at, karena dikhususkan untuk berkumpul dan mendengarkan
khutbah padanya, serta dijadikan sebagai hari raya. Tokoh pendapat ini adalah
Ibn Habib dan Makki al-Andalousi.
Dalilnya :
1)
Muslim
meriwayatkan dari Abdullah bahwasanya rasulullah SAW bersabda kepada kelompok
yang lalai dari shalat jum’at: “Aku pernah berencana menyuruh orang lain
menggantikanku mengimami orang-orang, kemudian aku akan pergi membakar rumah
setiap orang yang lalai dari shalat jum’at”.
7.
Shalat wusthaa
adalah shalat shubuh dan ‘ashr sekaligus.
Pendapat
ini dipelopori oleh Syeikh Abu Bakar al-Anbari.
Dalilnya:
a.
hadits
rasulullah SAW bersabda: “Silih berganti datang kepada kalian malaikat malam
dan malaikat siang”,
b.
Dan diriwayatkan
oleh Jarir bin Abdullah mengatakan: Pernah kami duduk di sisi rasulullah SAW,
tiba-tiba Beliau melihat kepada bulan yang sedang purnama dan bersabda: “Kalian
akan melihat Tuhan sebagaimana kalian melihat kepada bulan itu, kalian pasti akan
melihat-Nya jika kalian mampu mengerjakan shalat sebelum terbit matahari dan
sesudah terbenamnya , yaitu shalat ‘ashr dan fajar”. Kemudian Jarir membacakan
ayat: “Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhan-mu sebelum terbit matahari dan
sesudah terbenamnya”.
c.
Lalu ‘Imarah bin Ruaibah meriwayatkan berkata:
Saya pernah mendengarkan rasulullah SAW bersabda: Seseorang tidak akan masuk
neraka yang shalat sebelum terbit matahari dan setelah terbenamnya”, yakni
shalat fajar dan shubuh. Dan dari ‘Imarah juga rasulullah SAW bersabda: “Barang
siapa mengerjakan shalat pada kedua waktu dingin maka akan masuk surga” .
8.
Shalat wusthaa
adalah shalat Isya dan shubuh.
Dalilnya :
1)
berkata Abu Daud
ketika sakit menjelang meninggalnya: Dengarkanlah dan sampaikanlah kepada
gerasi yang akan datang, peliharalah atas kedua shalat ini – yakni berjama’ah –
yaitu shalat Isya dan shubuh, jika kamu mengetahui apa yag ada di dalamnya maka
kamu akan mengerjakan keduanya meskipun capai kedua siku dan kedua lututmu,
keterangan senada disampaikan juga oleh Umar dan Utsman...
9.
Shalat wusthaa
adalah shalat lima waktu secara keseluruhannya,.
Pendapat
ini dikatakan oleh Mu’az bin Jabal,
dengan
dalil firman Allah SWT: “peliharalah semua shalat(mu)”, umum untuk semua shalat
wajib dan sunnah, kemudian mengkhususkan shalat wajib lima waktu dengan
menyebutkannya.
10.
Shalat wusthaa adalah
tidak ditentukan waktunya.
Ini
adalah pendapat Nafi’ dari Ibn Umar, dan dikatakan pula oleh ar-Rabi’ bin
khaitsam, Allah SWT menyembunyikannya pada shalat lima waktu, sebagaimana
menyembunyikan lailatul qadr pada bula Ramadhan , begitu juga menyembunyikan
waktu pada hari jum’an dan waktu mustab pada tengah malam untuk berdo’a dan
qiyamul lail pada kegelapan untuk bermunajat pada alam rahasia.
Dalil
yang menguatkan pendapat bahwa :
1.
dia
disembunyikan dan tidak ditentukan, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Muslim
di dalam kitab shahihnya pada abad terakhir, dari al-Barraa bin ‘Azib berkata:
Ayat ini turun berbunyi: “Peliharalah semua shalat-mu dan shalat ‘ashr” maka
kami telah membacanya seperti itu, lalu Allah menasakhnya maka turun ayat:
“Peliharalah semua shalat(mu) dan shalat wusthaa”. Maka seseorang berkata: Ia
adalah shalat ‘ashr? Al-Barra menjawab, saya telah menyampaikan kepada kamu
proses turun ayat dan bagaimana Allah menasakhnya, maka wallahua’lam setelah
ditentukan lalu dinasakh penentuannya dan menjadi samar, maka tercabutlah
penentuan itu, wallahua’lam.
2.
Pendapat ini
dipilih oleh Muslim karena menempatkannya di akhir bab pada kitab shahihnya da
telah dikatakan juga oleh lebih dari satu dari para ulama kontemporer. Ini
adalah pendapat shahih, Insya Allah, karena sudah banyak sekali pertentangan
dalil dan tidak ada satupun yang datat dikuatkan, maka tidak tersisa kecuali
harus memelihara semua shalat dan mengerjakannya tepat pada waktu-waktunya
serta memenuhi segala syarat-syaratnya, wallahua’lam.
Referensi
1.
Mohamed bin
Ahmed al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Darul Fikr.
2.
At-Tafsirul
Munir fil-Aqidati was-Syari’ati wal-Manhaji, Aisarut Tafasir li Kalamil ‘Aliyil
Kabir
3.
Asbabun Nuzul, al-Wahidi,
Halaman: 87-88
4. At-Tafsir wal-Mofassirun, adz-Dzahabi
(1/ 156);
5. Tafasir Ayat al-Ahkam wa Manahijuha,
al-Abid (1/ 26);
6.
Ayat
al-Ahkam fil-Mughni (Disertasi), al-Fadhil (1/ 10) dan sesudahnya.
7.
Hadits
diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab “Azan”, bab “Azan lil-Musafir”... No.
605.
8.
Tafsirut
Tabi’in, al-Khadhiri, (2/ 665)
9.
Tafsir
al-Khamsumiati Ayat fil-Qur’an, Moqatel bin Sulaiman, Halaman: (66 -68)
10.
Direkap
oleh Ibn an-Nadim di dalam Fahrasnya, Halaman: 57; dan ad-Daudi, Thabaqatul
Mufassirin, (2/ 362).
11.
Al-Burhan,
az-Zarkasyi, (2/ 3); Ahkamul Qur’an, al-Baihaqi, (1/ 20); dan telah dinukil
oleh al-Jasshash dalam Ahkamul Qur’an, (3/ 351).
12. Ahkamul
Qur’an, Mukaddimah Ilkiya al-Harrasi, (1/ 2),
0 Response to "Tafsir Ayat Ahkam (III): Shalat Wustha"
Post a Comment