Suluk (VII): Realisasi Tarbiyah Psikospritual
Bersuluk itu laksana seorang sedang diopname di rumah sakit rohani dengan mursyid sebagai dokter spesialisnya. Di dunia kedokteran sendiri seorang pasien yang mengindap penyakit diabetes umpamanya, dokter menganjurkan untuk tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula yang berfek negatif terhadap kesehatan pasien tersebut. Begitu juga seorang salik yang di ‘opname” di RSQ (rumah sakit qalbu) di pondok suluk dalam membentuk psikospritual qalbu.
Sosok sang mursyid sebagai “dokter” menganjurkan kepada ‘pasien’nya dalam suluk untuk tidak memakan dan meminum berbagai jenis unsur yang berdarah seperti daging, ikan dan sejenisnya selama bersuluk tujuannya untuk melunakkan hati dan menghilangkan berbagai perangai hewaniah lainnya selama dalam masa ‘opname’ di RSQ, sehingga anwaru az-zikri (cahaya zikir) bisa berperan aktif menjadi ‘obat” dan “melumpuhkan” berbagai “virus’ yang telah mmenggerogoti sang qalbu sebagi bentuk tarbiyah psikospritual.
Banyak memakan dagingpun akan menyebabkan keras hati seperti pesan Saidina Ali bin Abi Thalib: "Barangsiapa berkekalan makan daging 40 hari, keras hatinya...". Pantangan ini bukanlah haram secara syar’i yang berefek berdosa apabila melanggarnya sebagaimana yang dipahami oleh sebagian masyarakat. Hanya pantangan selama dalam RSQ sesuai anjuran mursyid. Dalam tradisi suluk, mereka yang menjalani “opname rohani” diatas 10 hari baik 20, 30 ataupun 40 hari, biasanya ada anjuran buka pantang minimal sekali atau dua kali sesuai dengan petunjuk sang “dokter rohani” sehingga eksesnya akan sangat terasa sebagai nilai psikospritual
Dalam dunia kedokteran sendiri sebagaiman di lansir oleh situs kesehatan www.mamfaat.co.id bahwa vegetarian itu mempunyai efek yang sangat bagus. Seorang vegetarian atau menghindari makan daging tidak hanya baik bagi lingkungan, tapi mengurangi konsumsi daging bermanfaat bagi tubuh secara keseluruhan. Bahkan mmenurut Dr. Steven Masley, rata-rata orang Amerika yang mengurangi makan daging atau menjadi vegetarian akan mengurangi berat badannya, kolesterolnya menjadi lebih baik, kadar gulanya lebih rendah, mengurangi risiko penyakit jantung dan terlihat lebih sehat.
Nilai psikospritual yang lahir dari aktifitas suluk ini akan menuntun dan membetuk karakter sang salik untuk lebih khusuk (konsentrasi penuh) dalam beribadah. Sehingga kenikmatan zikir kepada Allah dirasakan oleh sang salik. Berbagai kenikmatan zikir inilah yang membawa para “pasien’ RSQ untuk selalu beretika dan bernorma sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Sebagian besar pengikut tarekat Naqsyabandiyah berpandangan bahwa akhlak yang mulia pada seseorang merupakan pancaran dari ”cahaya” Tuhan yang limpahkan kepada manusia. Manusia akan berakhlak mulia apabila nur ilahi itu mampu menyinari dirinya. Semakin terang cahaya ilahi menerangi jiwa manusia, maka akan semakin luhur akhlak manusia tersebut. Oleh karena itu, dalam ajaran tarekat Naqsyabandiyah akhlak yang mulia tidak bisa hanya dibuat oleh manusia, tetapi harus ada campur ”tangan” sang khalik. Ketika sudah menjadi ‘alumni” pondok suluk, tugas sosial seperti pergaulan, persahabatan dan mengajarkan akhlak tidaklah menghilangkan makna dari suluk tersebut.
Para ‘alumni” suluk harus mampu mewarnai nilai-nilai yang telah diajarkan dalam ibadah suluk untuk di implementasikan sebagai psikospritual pribadi dan orang lain serta menjadi “kamus” akhlakul karimah dalam kehidupan sehari serta suri tauladan masyarakat. Dalamm ritual suluk sendiri juga nilai sosial dengan riadhah (melakukan aktifitas sosial) di waktu menjelang dhuha menjadi modal tersendiri dalam menyampaikan dakwah sosial.
Para penempuh jalan rohani dalam bingkai suluk, mereka melaksanakan tugas-tugas individual dan sosial yang terkait dengannya, setelah melaksanakan suluk khusus, selanjutnya mereka akan melaksanakan suluk umum yang penuh tantangan dan ujian. Hendaklah sang salik menunaikan dengan niat tulus dan keikhlasan penuh dengan nilai psikospritualnya
Mereka salik (orang suluk) tidak boleh hanyut di tengah-tengah arus masyarakat era globalisasi dan modernisasi yang diwarnai berbagai kejahilan, kemaksiatan dan berbagai godaan dan rayuan zaman. Walhasil sehingga dalam realitas kehidupan yang penuh dengan dosa dan kemaksiatan masih ada orang-orang suci yang menjadi teladan dalam masyarakat sebagai modal dakwah dengan nilai teladan dalam menggapai mardhatillah. Semoga....!!!
Wallahu Muwaffiq IlaAqwamith Thariq
Wallahu 'Alam Bishawab
0 Response to "Suluk (VII): Realisasi Tarbiyah Psikospritual "
Post a Comment