Suluk(I) : Spesialis Rumah Sakit Qalbu (RSQ)
Bulan tertentu seperti Ramadhan, Rabiul Awal, Zulhijjah dan sebagian bulan Syakban. Sebagian masyarakat menempatkan diri bulan tersebut sebagai bulan ibadah. Mereka lebih untuk memfokus diri untuk taqarrub kepada Allah SWT. Salah satu medianya lewat bersuluk. Suluk merupakan implementasi dari tarekat Naqsyabandiah. Ada sebagian masyarakat menganggap ibadah suluk yang telah dijalani dan di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari merupakan perkara bid’ah, sesat dan tidak ada dalil dan dikerjakan oleh Rasulullah dan para sahabat dan ulama terdahulu. Penulis menganggap mungkin karena ketiadaan ilmu dan kurang memahami serta para ahli ilmu yang tidak menjelaskan ilmunya kepada masyarakat yang awam tersebut. Disini mungkin salah satu kekekurangan para ahli ilmu dalam mentransferkan pemahaman dalam bingkai dakwah kepada mereka. Juru dakwah dan ahli ilmu harus merasa bersalah karena awan jahil yang masih menaungi pemikiran mereka.
Sejarah Tarekat Naqsyabandiah
Salah satu tarekat yang sangat berkembang didunia
saat ini adalah Tarekat Naqsyabandiyah.. Secara
etimologi, kata tarekat berasal dari bahasa Arab tarekat bermakna yang
jalan.(Mahmud Yunus, 236). Sedangkan
dalam terminologinya tarekat yaitu suatu jalan
atau metode yang ditempuh dalam melakukan ibadah, zikir dan doa yang
diajarkan oleh seorang guru kepada muridnya. (Taufik Abdullah dkk, 152).
Tarekat Naqsyabandiyah merupakan sebuah tarekat yang lahir dan berkembang pada
abad ke 8 Hijriah, yang dinisbahkan kepada nama Syekh Bahauddin Naqsyabandiyah,
yang nama lengkapnya adalah al-Syekh Muhammad bin Muhammad Bahauddin al-Syekh
Naqsyabandiyah (717 H/1318 M-791 H/1389 M). Beliau lahir di Desa Hinduan
(kemudian berobah nama dengan Qash Arifan), empat mil dari Bukhara, Sovyet atau
Rusia sekarang.
Naqsyaband secara harfiah bermakna “pelukis, penyulam,
penghias”. Jika nenek monyang mereka adalah penyulam, nama itu mungkin mengacu
pada profesi keluarga; jika tidak, hal itu menunjukkan kualitas spritualnya
untuk melukis nama Allah di atas hati murid. Syekh Bahauddin dikala masih
berumur belasan tahun, beliau belajar kepada Muhammad Baba al-Sammasi dan
kemudian melanjutkan pendidikannya pada Amir Kulal. Pada usia delapan belas
tahun beliau pergi ke Sammas, yaitu sebuah tempat yang jaraknya tiga mil dari
Bukhara untuk melanjutkan pelajarannya. Di tempat ini beliau mempelajari ilmu
tasawuf pada seorang guru yang terkenal pada waktu itu al-Dikkirani, selama
satu tahun. Selanjutnya beliau bekerja pada Sultan Khalid yang menurut riwayat
sangat terkenal pada masa pemerintahanya dan termasyhur disebabakan oleh
Bahauddin Naqsyabandi. (Sri Mulyati, Tarikat-Tarikat Muktabarah di Indonesia,
2006)
Misri Muchsin dalam bukunya Kontroversi Darul
Arqam Sejarah, Tarekat dan Poligami,
menyebutkan di saat sultan
mangkat, maka Naqsyabandi pulang ke desanya dan di sana beliau menjalankan hidup
sufi dan zuhud dengan memperoleh pengikut yang banyak dan menyebarkan ajaran
sufi tersebut. Di tempat itu pula beliau meninggal dunia, pada tahun 791 H /
1389 M, dalam usia 72 tahun. Berkat dari
kedua guru utamanya, Baba al-Sammasi dan Amir Kulal, membuat beliau mendapat
mandat estafet sebagai pewaris tarekat ini. Tarekat Naqsyabandiyah mula-mula
populer di Asia Tengah dan telah banyak menarik minat orang dari bebagai
lapisan masyarakat. Walaupun beliau mempunyai jalinan dan hubungan dengan
kalangan penguasa dan bangsawan, namun beliau membatasi diri dalam pergaulannya
dengan mereka, dalam kondisi demikian beliau tetap dihormati oleh para
penguasa. Dalam perjalanan sufinya,
Syekh Bahauddin mengatakan bahwa beliau
berpegang teguh pada jalan yang ditempuh Nabi dan sahabatnya. Salah satu
ungkapan beliau mengatakan bahwa sangatlah mudah mencapai puncak pengetahuan
tertinggi tentang monoteisme (tauhid), tetapi sangat sulit mencapai makrifat
yang menunjukkan perbedaan halus antara pengetahuan dan pengalaman spiritual.
Sebagai tarekat yang muktabar, tarekat Naqsyabandi ini yang dinisbahkan kepada
oleh beliau sendiri Syekh Bahauddin, ajarannya berasal dari Nabi Muhammad,
dengan penurunan atau pewarisan secara
tarqqi (berantai) seperti yang telah ditulis oleh Muhammad Nazimuddin
Amin al-Qurdi di dalam kitabnya, Tanwiru al-Qulub. Di dalam kitab
tersebut tertulis secara jelas susunan silsilah
Tarekat Naqsyabandiyah mulai dari Nabi Muhammad hingga sampai kepada
Bahauddin Naqsyabandi. (Muhammad Anshari, 2014).
Sejarah Tarekat Naqsyabandiah
Salah satu tarekat yang sangat berkembang didunia
saat ini adalah Tarekat Naqsyabandiyah.. Secara
etimologi, kata tarekat berasal dari bahasa Arab tarekat bermakna yang
jalan.(Mahmud Yunus, 236). Sedangkan
dalam terminologinya tarekat yaitu suatu jalan
atau metode yang ditempuh dalam melakukan ibadah, zikir dan doa yang
diajarkan oleh seorang guru kepada muridnya. (Taufik Abdullah dkk, 152).
Tarekat Naqsyabandiyah merupakan sebuah tarekat yang lahir dan berkembang pada
abad ke 8 Hijriah, yang dinisbahkan kepada nama Syekh Bahauddin Naqsyabandiyah,
yang nama lengkapnya adalah al-Syekh Muhammad bin Muhammad Bahauddin al-Syekh
Naqsyabandiyah (717 H/1318 M-791 H/1389 M). Beliau lahir di Desa Hinduan
(kemudian berobah nama dengan Qash Arifan), empat mil dari Bukhara, Sovyet atau
Rusia sekarang. Naqsyaband secara harfiah bermakna “pelukis, penyulam,
penghias”. Jika nenek monyang mereka adalah penyulam, nama itu mungkin mengacu
pada profesi keluarga; jika tidak, hal itu menunjukkan kualitas spritualnya
untuk melukis nama Allah di atas hati murid. Syekh Bahauddin dikala masih
berumur belasan tahun, beliau belajar kepada Muhammad Baba al-Sammasi dan
kemudian melanjutkan pendidikannya pada Amir Kulal.
Pada usia delapan belas
tahun beliau pergi ke Sammas, yaitu sebuah tempat yang jaraknya tiga mil dari
Bukhara untuk melanjutkan pelajarannya. Di tempat ini beliau mempelajari ilmu
tasawuf pada seorang guru yang terkenal pada waktu itu al-Dikkirani, selama
satu tahun. Selanjutnya beliau bekerja pada Sultan Khalid yang menurut riwayat
sangat terkenal pada masa pemerintahanya dan termasyhur disebabakan oleh
Bahauddin Naqsyabandi. (Sri Mulyati, Tarikat-Tarikat Muktabarah di Indonesia,
2006)
izin ikut belajar
ReplyDelete