Tarekat Naqsyabandiah :Sejarah Perkembangan Tarekat-(II)
Tarekat
Naqsyabandiyah yang diazaskan oleh beliau, ajarannya berasal dari Nabi
Muhammad, dengan penurunan atau pewarisan secara berantai seperti yang telah ditulis oleh
Muhammad Nazimuddin Amin al-Qurdi di dalam kitabnya, Tanwiru al-Qulub.
Di dalam kitab tersebut tertulis secara jelas susunan silsilah Tarekat Naqsyabandiyah mulai dari Nabi
Muhammad hingga sampai kepada Bahauddin Naqsyabandi.[1]
Berkenaan dengan
silsilah tarekat ini selengkapnya dapat diperhatikan pada sketsa berikut ini:
Muhammad SAW
Abubakar Shiddiq
Salman Al-Farisi
Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar Shiddiq
Ja’far As-Siddiq (w. 148/765(
Abu Yazid Thaifur Al-Bistami (w. 260/874)
Abu ‘Ali Al-Farmadi (w. 477/1084)
Abu Ya’qub Yusuf al-Hamdani (w. 535/1140)
‘Abd.
Al-khaliq Al-Ghujdwaini (w. 477/1084)
‘Arif Al-Riwgari (w.657/1259)
Mahmud Anjir Faghnawi (w.643/1245)
‘Azizan ‘Ali Al-Ramitani (w. 705/1350)
Muhammad Baba As-Samasi (w. 740/1340)
Amir Sayid Kulal Al-Bukhari (w. 772/1371)
Muhammad
Bahauddin Naqsyabandi (717-791/1318-1389)[2]
Bahauddin Naqsyabandi
sebagai pendiri tarekat ini, dalam menjalankan aktivitas dan penyebaran
tarekatnya mempunyai tiga orang khalifah utama, yakni Ya’qub Carkhi, ‘Ala
Al-Din ‘Aththar dan Muhammad Parsa. Masing-masing orang tersebut mempunyai
seorang atau beberapa oarang khalifah lagi. Guru yang paling menonjol dari
angkatan selanjutanya yang berasal dari khalifah Ya’qub Carkhi adalah Khwaja
‘Ubaidillah Ahrar. Dalam penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah ia berjasa
menetapkan sebuah pola yang banyak diadopsi oleh banyak syekh-syekh
Naqsyabandiyah selanjutnya, yaitu menjalin hubungan akrab dengan kalangan
istana. Oleh karena demikian
‘Ubaidillah mendapat kekuasaan politik yang luas jangkauannya. Berkat situasi
dan pengaruh dari ’Ubaidillah ini, kemudian Tarekat Naqsyabandiyah ini pertama
kali meluas ke luar Asia Tengah. Beliau mengangkat sejumlah khalifah untuk
diutus ke negeri-negeri Islam yang lain.[3]
Penyebaran
Tarekat Naqsyabandiyah kemudian memasuki wilayah India sekitar abad 10, atau
tepatnya tahun 1526. Di antara syekh-syekh Naqsyabandiyah yang datang ke India
adalah Baqi Billah, ia dilahirkan di Kabul tahun 1564 dan telah belajar pada beberapa
tokoh Naqsyabandiyah sebelum ia bermukim di India. Beliau mempunyai dua orang
khalifah yang bernama Ahmad Sirhindi dan Taj al-Din, dari kedua orang ini yang
paling berpengaruh adalah Ahmad
Sirhindi. Dengan perjuangan beliau, Tarekat Naqsyabandiyah mengalami
perkembangan yang pesat di India.[4]
Sirhindi dikenal dengan Mujaddid Alf al-Tsani atau
Pembaru Islam awal milenium ke-2 zaman Islam. Di belakang namanya, tarekat ini
dikenal sebagai tarekat Mujaddidiyah Naqsyabandiyah sebagaimana dikatakan Syah
Waliyullah mengenai beliau, “Ia adalah
Perintis dalam melenium kedua zaman Islam, dan ia menyebabkan kaum muslim berutang budi yang
tidak mungkin bisa dilunasi. Barang siapa yang mengingkari kewaliannya, maka ia
sesungguhnya adalah seorang durjana.”[5]
Ketika Sirhindi berhasil mengukuhkan dirinya sebagai
penerus Baqi’ Billah di Delhi, Taj al-Din yang dianggap sebagai saingannya yang
gigih dalam membela konsep wahdatul wujud, dengan kecewa
meninggalkan Delhi kemudian menetap di Makkah. Di sana, seorang sufi yang cukup
masyhur, Ahmad bin Ibrahim bin ’Allan, menjadi muridnya dan kemudian menjadi
khalifahnya. Selanjutnya Taj al-Din mengangkat dua orang khalifah di Yaman,
yaitu Ahmad bin ’Ujail dan Muhammad A’bd. al-Baqi. A’bd. al-Baqi ini adalah
pembimbing Yusuf Makassari yang tercatat sebagai orang pertama yang
memperkenalkan Tarekat Naqsyabandiyah di Nusantara.[6]
Tarekat
Naqsyabandiyah yang menyebar di Nusantara berasal dari pusatnya di Makkah, yang
dibawa oleh para pelajar Indonesia yang belajar di sana dan oleh para jamaah
haji Indonesia. Mereka ini kemudian memperluas dan menyebarkan tarekat ini ke
seluruh pelosok Nusantara. Berlainan tempat penyebaran tarekat ini di
Indonesia, berlainan pula pelopornya masing-masing, di Riau terkenal dengan
Syekh Muhammad Yusuf, di Minangkabau terkenal dengan Syekh Jalaluddin dari
Cangking dan banyak tokoh-tokoh lain yang menyebarkan ajaran tarekat ini.[7]
Sedangkan
di Aceh, Tarekat Naqsyabandiyah merupakan tarekat yang paling berpengaruh di
seluruh Aceh, terutama di Aceh Barat dan Aceh Selatan. Hal ini terjadi berkat
kegiatan-kegiatan seorang Syekh yang bernama Tgk Muhammad Waly al-Khalidy,
pendiri Dayah Darussalam di Labuhan Haji, Aceh Selatan. Beliau mendapat ijazah
tarekat ini pada Syekh Haji Abdul Ghani al- Kamfari.[8]
Syekh Tgk. Muhammad Waly al- Khalidy berhasil menyebarluaskan tarekat ini
dengan dibantu oleh murid-murid beliau yang sudah mendapat ijazah dari beliau
untuk menyebarkan tarekat ini, sehingga tarekat ini sampai ke Dayah di Aceh dan Nusantara bahkan luar negeri.
[1] Misri
Muchsin, Kontroversi Darul
Arqam Sejarah, Tarekat dan Poligami…, hal. 48.
[2]Ibid,
hal. 49.
[3]
Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarrah di Indonesia…, hal. 93.
[4]
Ibid, 94.
[5]
Mir Valiuddin, Zikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), hal. 14.
[6]
Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia…, hal. 95.
[7]
Ibid, hal. 97.
[8]Muhibbudin
Waly, Ayah Kami Maulana Syeikh Haji Muhammad Waly Al- Khalidi, cet. I,
(Singapore: Printers, 1993), hal. 87.
0 Response to "Tarekat Naqsyabandiah :Sejarah Perkembangan Tarekat-(II)"
Post a Comment