Bank Syariah : Riba atau Bersyariatkah?-II
Syariat yang telah lama di deklarasikan. Namun realisasinya masih sangat kurang, salah satunya tentang perbankan. Perkembangan
perbankan syariah di Provinsi Aceh merupakan suatu perwujudan permintaan
nasabah yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang menyediakan
jasa perbankan atau keuangan yang sehat dan memenuhi prinsip–prinsip syariah.
Perkembangan sistem keuangan syariah semakin kuat dengan ditetapkannya
dasar–dasar hukum operasional perbankan sebagaimana yang di paparkan dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008.
Sejarah berdirinya perbankan syariah dengan sistem bagi
hasil, didasarkan pada dua indikator yang sangat signifikan, pertama, adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank konvensional hukumnya haram karena
termasuk dalam kategori riba yang dilarang oleh agama, bukan saja pada agama
Islam tetapi dilarang juga oleh agama lainnya. Kedua, dilihat dari
aspek ekonomi, penyerahan risiko usaha terhadap salah satu pihak dinilai
melanggar norma keadilan. Dalam jangka panjang sistem perbankan konvensional
akan menyebabkan penumpukkan kekayaan pada segelintir orang yang memiliki
kapital besar. Perbedaan kedua sistem tersebut terletak pada distribusi risiko
usaha. Pada sistem margin, balas jasa modal ditentukan berdasarkan persentase
tertentu dan risiko sepenuhnya ditanggung oleh salah satu pihak. Untuk hal
nasabah sebagai deposan, risiko sepenuhnya berada pada pihak bank, sebaliknya
apabila nasabah sebagai peminjam, risiko sepenuhnya berada ditangan peminjam.
Sedangkan pada sistem syariah diterapkan sistem bagi hasil dimana jasa atas
modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau kerugian yang diperoleh yang
didasarkan pada akad. Prinsip utama dari akad adalah keadilan antara pemberi
modal dan pemakai modal. Prinsip ini berlaku baik bagi debitur maupun kreditur.
Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya menghimpun dana
dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam pembiayaan serta jasa-jasa lain dalam pembayaran yang
beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah.(Heri Sudarsono, 2003),
Dalam operasinya
bank syariah mengikuti ketentuan-ketentuan syariat Islam yang bermuamalat
secara Islam dengan cara menghindari praktik-praktik yang mengandung unsur riba
dengan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan. Operasi bank
syariah sudah sesuai dengan pengembangan usaha menengah, karena penggunaan
perangkat bagi hasil yang besar kecilnya ditentukan dengan besar kecilnya hasil
usaha yang diperoleh. Sejak diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998 tentang
Perubahan dan UU No. 7 tahun 1992 yang memberikan peluang lebih besar bagi
pengembangan bank syariah maka perkembangan bank syariah di Provinsi Aceh mulai berkembang, seperti PT. Bank BTN Syariah, PT. Bank BNI Syariah, PT. Bank
Muamalat, Bank Syariah Mandiri dan Bank Aceh Syariah. Bank Aceh Syariah banyak menawarkan berbagai macam produk, mulai dari pembiayaan, penghimpunan dana dan layanan jasa. Adapun produk penghimpunan dana yang ditawarkan oleh Bank Aceh Syariah ada lima komponen.
Pertama, Tabungan Firdaus. Tabungan ini diperuntukkan bagi perorangan yang menggunakan prinsip mudhãrabah (bagi hasil), Mudhãrabah adalah akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak
diamana pihak pertama (shaibul al-mall)
menyediakan modal, sedangkan pihak kedua (mudhãrib)
bertindak selaku pengelola dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai
dengan kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. (Himpunan Fatwa DSN MUI ed. revisi 2006 h, 457). tabungan ini
menggunakan akad mudharabah muthlaqah. Kedua, Tabungan Sahara, tabungan ini jenisnya dalam bentuk mata uang rupiah
pada Bank Aceh Syariah yang dikhususkan bagi umat muslim untuk memenuhi biaya
perjalanan ibadah haji dan umrah yang dikelola berdasarkan prinsip syariah
dengan akad Wadiah Yad Dhamanah, yaitu dana
titipan murni nasabah kepada Bank.
Ketiga, TabunganKu,
program semacam ini berbentuk tabungan
untuk perorangan dengan persyaratan mudah dan ringan yang diterbitkan secara
bersama oleh bank-bank di Indonesia guna menumbuhkan budaya menabung serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keempat, Deposito mudhãrabah, deposito jenis ini merupakan investasi
berjangka waktu tertentu dalam bentuk mata uang rupiah pada Bank Aceh Syariah
yang pengelolaan dananya berdasarkan prinsip syariah dengan akad Mudhãrabah Muthalaqah, yaitu akad antara pihak pemilik dana (Shahibul Mãl) dengan pengelola dana (Mudhãrib). Dalam hal ini Shahibul Mal (Nasabah)
berhak memperoleh keuntungan bagi hasil sesuai nisbah yang tercantum dalam
akad.
Kelima, Giro wadiah, jenis giro ini berbentuk
sebuah sarana penyimpanan dana dalam bentuk mata uang rupiah pada Bank Aceh
Syariah yang pengelolaan dananya berdasarkan prinsip syariah dengan akad wadiah yad dhamanah, yaitu dana titipan murni nasabah
kepada Bank yang dapat diambil setiap saat dengan menggunakan media cheque dan bilyet giro.
bersambung.......
0 Response to "Bank Syariah : Riba atau Bersyariatkah?-II"
Post a Comment