Syekh Yusuf Al-Makassari: Sang Pelopor Tarekat Naqsyabandiah di Indonesia
Berdasarkan kajian sebuah sumber menyebutkan bahwa Syekh Yususf adalah anak dari perkawinan singkat antara seorang laki-laki tua dari desa Ko’ Mara dengan seorangh putri Gallarang Moncong Loe. Ketika mereka bercerai sang ibu sedang hamil kemudian dikawini oleh raja Goa I (Manggarani Daeng Mentabbia Sultan Abdullah 1593-1639). Ketika Yusuf lahir sang raja tetap menganggapnya seperti anaknya sendiri dan syekh yusuf dibesarkan di lingkungan istana. Sejak kecil beliaupun telah mendapatkan pendidikan Islam dan dalam usia yang muda beliaupun telah mampu menghafal Al-Quran dan telah mempelajari ilmu-ilmu Nahu, Saraf, Balaghah, Mantiq, Fiqh, Ushuluddin, dan Ilmu Tasawuf. Namun yang menarik perhatiannya adalah Ilmu Tarekat dan Tasawuf. [1]
Pada usia yang masih muda, berangkat
Syekh ke Tanah Suci untuk menunaikan
ibadah haji. Dalam perjalanan tersebut dia singgah di Banten dan Aceh, di sini
ia sempat menuntut ilmu pada beberapa ulama yang terkenal pada waktu itu.
Setelah melaksanakan ibadah haji , Syekh Yusuf menetap di Madinah untuk
memperdalam ilmunya dan di sini beliau memperoleh berbagai ijazah Tarekat.
Selanjutnya beliaupun Pergi ke Yaman , di sini beliau mendapat gelar Tajul
Khalwati dari Syekh Abu Barkati Ayyub bin Ahmad Ayyub al-Khalwati al-Quraisyi.
Syekh Yusuf kembali ke Indonesia pada tahun 1672, akan tetapi tidak ke kampung
halamannya, karena pada waktu itu Gowa telah dikuasai oleh Belanda. Melihat
keadaan demikian, beliau pergi ke Banten dan mengabdikan diri pada Sultan Agung
Tirtayasa dan menjadi panglima , serta ikut melawan Belanda.[2]
Saat terjadi peperangan melawan
Belanda Syekh Yusuf ditangkap, dan dibuang ke Pulau Saylan pada Tanggal 12 September
1684. Di sini beliau tetap menjalankan kegiatan-kegiatan dakwah dan pendidikan.
Karena kegiatan-kegiatan tersebut membahayakan Belanda, pada tanggal 7 Mei 1693
ia dipindahkan lagi ke Tanjung Harapan. Dan beliau meninggal pada usia 73
tahun, tepatnya pada tanggal 7 Mei 1699, dan dimakamkan di Afrika Selatan.[3] Sebagai seorang ulama dan seorang sufi beliau
juga mengarang kitab-kitab dalam bentuk
naskah yang bisa dijumpai di berbagai tempat. Karangan-karangan Syekh Yusuf yaitu: Ar-Risalatul Naqsyabandiyah,
Fathur Rahman, Zubzatul Asrar, At-Tuhfatul sailaniyah, Asaris Shalaa, Tuhfatur
Rabbaniyah, Safinatun Najah, Tuhfatul Labi. Dan karangan-karangan yang lain
dalam bentuk risalah pendek yang berisikan pesan-pesan kerohanian.[4]
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwasanya Syekh Yusuf merupakan seorang ulama dan tokoh sufi yang banyak
berjasa dalam mengembangkan ajaran Islam, mengajarkan pendidikan dan
menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah, terutama di Indonesia dan murid-murid
beliau ikut mengembangkan dan menyebarkannya
ke seluruh Nusantara. Sejarah telah mencatat bahwa Syekh Bahauddin Naqsyabandi
sebagai pendiri tarekat ini, dalam menjalankan aktivitas dan penyebaran
tarekatnya mempunyai tiga orang khalifah utama, yakni Ya’qub Carkhi, ‘Ala
Al-Din ‘Aththar dan Muhammad Parsa. Masing-masing orang tersebut mempunyai seorang atau
beberapa oarang khalifah lagi. Guru yang paling menonjol dari angkatan
selanjutanya yang berasal dari khalifah Ya’qub Carkhi adalah Khwaja ‘Ubaidillah
Ahrar. Dalam penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah ia berjasa menetapkan sebuah
pola yang banyak diadopsi oleh banyak syekh-syekh Naqsyabandiyah selanjutnya,
yaitu menjalin hubungan akrab dengan kalangan istana. Oleh karena
demikian ‘Ubaidillah mendapat kekuasaan politik yang luas jangkauannya. Berkat
situasi dan pengaruh dari ’Ubaidillah ini, kemudian Tarekat naqsyabandiyah ini
pertama kali meluas ke luar Asia Tengah. Ia mengangkat sejumlah khalifah untuk
diutus ke negeri-negeri Islam yang lain.[5]
Tarekat Naqsyabandiyah menjadi salah
satu tarekat yang terbesar dalam Islam. Tarekat ini telah berdiri pada abad ke
8 hijriah, tarekat ini dinisbahkan
kepada sosok ulama yang bernama Syekh Bahauddin Naqsyabandiyah, nama
lengkap belaiu adalah Asy-Syekh Muhammad
bin Muhammad Bahauddin Asy-Syekh Naqsybandiyah (717 H/1318 M-791 H/1389 M). Sewaktu beliau berumur
beberapa tahun, beliau belajar kepada Muhammad Baba As-Samsi dan kemudian
melanjutkan pendidikannya pada Amir Kulal. Pada usia delapan belas tahun beliau
pergi ke Sammas yaitu sebuah tempat yang jaraknya tiga mil dari Bukhara untuk
melanjutkan pelajarannya. Belaiu belajar ilmu agama kepada sosok seorang ulama
yang bernama Arif Ad-Adkirani, selama tujuh tahun. Singkat cerita hingga
belaiu menjadi sosok ulama arifbillah dan tokoh ulama yang terkenal di bidang
tasawuf khususnya tarekat naqsyabandiah.[6]
Naqsyabandiah menjadi sebuah tarekat yang besar dan banyak pengikutnay
ketika itu. Makanya proses penyebaran tarekat Naqsyabandiyah kemudian memasuki
wilayah India sekitar abad 10/16 atau tepatnya tahun 1526. Di antara
syekh-syekh Naqsyabandiyah yang datang ke India adalah Baqi Billah, ia
dilahirkan di Kabul tahun 1564 dan telah belajar pada beberapa tokoh
Naqsyabandiyah sebelum ia bermukim di India. Beliau mempunyai dua orang
khalifah yang bernama Ahmad Sirhindi dan Taj Ad-Din, dari kedua orang ini yang
paling berpengaruh adalah Ahmad
sirhindi.Dengan perjuangan beliau, Tarekat Naqsyabandiyah mengalami
perkembangan yang pesat di India. Di kala Syekh Sirhindi telah berhasil
mengukuhkan dirinya sebagai penurus khanaqah Baqi’ Billah di Delhi, Taj
Al-Din yang dianggap sebagai saingannya yang gigih dalam membela konsep wahdatul
wujud , dengan kecawa meninggalkan Delhi kemudian menetap di Makkah. Di
sana, seorang sufi yang cukup masyhur, Ahmad bin Ibrahimm bin ’Allan, menjadi
muridnya dan kemudian menjadi khalifahnya. Selanjutnya Taj Al-Din mengangkat
dua orang khalifah di Yaman, yaitu Ahmad bin ’Ujail dan Muhammad A’bd. Al-Baqi.
A’bd. Al-Baqi ini adalah pembimbing Yusuf Makassari yang tercatat sebagai orang
pertama yang memperkenalkan Tarekat Naqsyabandiyah di Nusantara.[7]
Beranjak dari penjelasan diatas,
bahwa Syekh Yusuf Makassari sosok yang menyebarluaskan Tarekat Naqsyabandi
perdana di Indonesia dan mempunyai banyak pengikut serta murid beliau yang ikut
serta menyebarkan Tarekat Naqsyabandyah ini ke seluruh tanah air, seperti Syekh
Abdus Shamad Al- Plimbani yang mengembangkan tarekat ini di daerah Sulawesi
Selatan. Syekh Abdul Wahab Rokan Al- Khalidi yang menyebarkan di daerah
Sumatera Utara, Syekh Jalaluddin di Sumatera Barat, Kyai Muhammad Thahi di
Surakarta, di daerah Banten terkenal Syekh Abdul Karim yang mengembangkan
tarekat ini. Demikianlah tarekat ini terus berkembang hingga sampai ke Aceh. Di
Aceh sendiri tarekat ini diperkenalkan oleh Abuya Muda Waly Al-Khalidy hingga
perjuangan beliau diteruskan oleh murid dan keturunan beliau sendiri yang
menjadi ulama dan panutan di negeri paling barat tersebut, seperti al-Marhum al-Mukarram
Abuya Muhibbudin Waly dan lainnya.[8]
Bila sahabat ingin menshare kembali artikel ini, jangan lupa disertakan link nya ya.. Terimakasih
[1]
Taufik Abdullah dkk. Ensiklopedi Tematis Di Dunia Islam, jld. III, ( Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), h.150.
[2]
Ibid, h. 123.
[3] Ibid,
h. 127.
[4] Ibid, h.
124.
[6] Sri Mulyati, Tarikat-Tarikat
Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), h. 89
0 Response to "Syekh Yusuf Al-Makassari: Sang Pelopor Tarekat Naqsyabandiah di Indonesia"
Post a Comment